Sabtu, 26 Maret 2011

Modus-modus Korupsi Terpopuler


Korupsi Pengadaan Barang
Modus :
a. Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari  harga pasar.
b. Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.

 Penghapusan barang inventaris dan aset negara (tanah)
 Modus :
 a. Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
 b. Menjual inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.

Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, keniakan pangkat, pengurusan pensiun dan  sebagainya.
Modus :
Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi.

Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti asuhan dan jompo)
Modus :
a. Pemotongan dana bantuan sosial
b. Biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap meja).

Bantuan fiktif
Modus :
Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari pemerintah ke pihak luar.

Penyelewengan dana proyek
Modus :
a. Mengambil dana proyek pemerintah di luar ketentuan resmi.
b. Memotong dana proyek tanpa sepengtahuan orang lain.

Proyek fiktif fisik
Modus :
Dana dialokasikan dalam laporan resmi, tetapi secara fisik proyek itu nihil.


Manipulasi hasil penerimaan penjualan, penerimaan pajak, retribusi dan iuran.
Modus :
a. Jumlah riil penerimaan penjualan, pajak tidak dilaporkan.
b. Penetapan target penerimaan pajak lebih rendah dari penerimaan riil.

Manipulasi proyek-proyek fisik (jalan, jembatan, bangunan, kantor, sekolah, asrama)
Modus :
a. Mark up nilai proyek
b. Pungutan komisi tidak resmi terhadap kontraktor

Daftar Gaji atau honor fiktif
Modus :
Pembuatan pekerjaan fiktif.

Manipulasi dana pemeliharaan dan renovasi fisik.
Modus :
 a. Pemotongan dana pemeliharaan
 b. Mark up dana pemeliharaan dan renovasi fisik

Pemotongan dana bantuan (inpres, banpres)
Modus :
Pemotongan langsung atau tidak langsung oleh pegawai atau pejabat berwenang.

Proyek pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) secara fiktif (tidak ada proyek atau intensitas)
Modus :
Tidak ada proyek atau intensitas yang tidak sesuai laporan. Misalnya kegiatan dua hari dilaporkan empat   hari.


Manupulasi ganti rugi tanah dan bangunan
Modus :
Pegawai atau pejabat pemerintah yang berwenang tidak memberikan harga ganti rugi secara wajar atau yang disediakan.

Manipulasi biaya sewa fasilitas dan transportasi
Modus :
Manipulasi biaya penyewaan fasilitas pemerintah kepada pihak luar

Pembayaran fiktif uang lauk pauk Pegawai Negeri sipil, prajurit, tahanan dan lain-lain
Modus :
a. Alokasi fiktif uang lauk pauk Pegawai Negeri Sipil, prajurit tahanan dalam catatan resmi seperti APBD.
b. Menggunakan kuitansi fiktif.

Pungli Perizinan; IMB, sertifikat SIUPP, besuk tahanan, ijin tinggal, ijin TKI, ijin frekuensi, impor ekspor, pendirian apotik, RS, klinik, Delivery Order pembelian sembilan bahan pokok agen dan distributor.
Modus :
a. Memungut biaya tak resmi kepada anggota masyarakat yang mengurus perijinan.
b. mark up biaya pengurusan ijin
c. Kolusi dengan pengusaha yang mengurus ijin.

Pungli kependudukan dan Imigrasi
Modus :
a. Memungut biaya tidak resmi kepada anggota masyarakat yang mengurus perijinan.
b. mark up biaya pengurusan ijin
c. Kolusi dengan pengusaha yang mengurus ijin.

Manipulasi Proyek Pengembangan Ekonomi Rakyat
Modus :
Penyerahan dalam bentuk uang.

Korupsi waktu kerja
Modus :
a. Meninggalkan pekerjaan
b. Melayani calo yang memberi uang tambahan
c. Menunda pelayanan umum

Sumber : The Habibie Center

Kamis, 24 Maret 2011

Manajemen Perubahan dalam Sebuah Organisasi


Oleh : Taufik Nurohman



Pendahuluan
Perubahan tidak dapat dielakkan dalam kehidupan manusia. Dimulai oleh dunia usaha yang lebih dulu menyadari pentingnya  perubahan bagi peningkatan kualitas produksi yang dihasilkan, sampai ke administrasi pemerintahan. Berbagai upaya dan pendekatan telah dilakukan untuk  memecahkan masalah yang timbul akibat adanya perubahan.
Berkaitan dengan ini, seorang ahli filsafat Yunani kuno yang bernama Heraclitus pernah berkata bahwa didunia ini tidak ada yang permanen, kecuali perubahan. Pernyataan tersebut kiranya masih mengandung kebenaran sampai saat ini. Dikatakan demikian karena memang pada kenyataannya di dunia ini selalu terjadi perubahan yang mencakup seluruh segi kehidupan baik pada tingkat individu maupun tingkat organisasional. Menarik untuk dicatat bahwa disamping selalu terjadi perubahan di semua segi kehidupan, perubahan dalam satu bidang pasti mempunyai dampak langsung maupun tidak langsung pada bidang kehudupan yang lainnya. Dengan kata lain, suatu perubahan merupakan dependent variable untuk perubahan di bidang yang lainnya dan oleh karena itu antara satu perubahan dengan perubahan yang lainnya selalu terdapat interelasi dan interdepedensi nyata, meskipun korelasinya mungkin tidak segera dapat dilihat.
Oleh karena perubahan memang selalu terjadi dan pasti akan selalu terjadi, pimpinan organisasi baik organisasi pemerintah maupun non-pemerintah disamping harus memiliki kepekaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi diluar organisasi yang dipimpinnya dan mampu memperhitungkan dan mengakomodasikan dampak dari perubahan-perubahan yang terjadi itu, mutlak perlu pula untuk mempunyai keterampilan dan keberanian untuk melakukan perubahan didalam organisasi demi peningkatan kemampuan organisasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dilain pihak Tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu perubahan tidak bisa dihindarkan. Harus dihadapi. Karena hakikatnya memang seperti itu maka diperlukan satu manajemen perubahan agar proses dan dampak dari perubahan tersebut mengarah pada titik positif.

Pengertian Perubahan Manajemen
Perubahan adalah respon terencana atau tak terencana terhadap tekanan-tekanan dan desakan-desakan yang ada. Manajemen Perubahan adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi. Perubahan mempunyai manfaat bagi kelangsungan hidup suatu organisasi, tanpa adanya perubahan maka dapat dipastikan bahwa usia organisasi tidak akan bertahan lama.  Perubahan  dapat terjadi karena sebab-sebab yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi tersebut.
Perubahan bertujuan agar organisasi tidak menjadi statis melainkan tetap dinamis dalam menghadapi perkembangan jaman, kemajuan teknologi dan dibidang pelayanan masyarakat adalah peningkatan kesadaran masyarakat akan pelayanan yang berkualitas.
Perubahan terdiri dari 3 tipe yang berbeda, dimana setiap tipe memerlukan strategi manajemen perubahan yang berbeda pula.  Tiga macam perubahan tersebut adalah:
a.       Perubahan Rutin, dimana telah direncanakan dan dibangun melalui proses organisasi;
b.      Perubahan Peningkatan, yang mencakup keuntungan atau nilai yang telah dicapai organisasi;
c.       Perubahan Inovatif, yang mencakup cara bagaimana organisasi memberikan pelayanannya.

Tahap-Tahap Manajemen Perubahan
Suatu perubahan terjadi melalui tahap-tahapnya.  Pertama-tama adanya dorongan dari dalam (dorongan internal), kemudian ada dorongan dari luar (dorongan eksternal).  Untuk manajemen perubahan perlu diketahui adanya tahapan perubahan.  Tahap-tahap manajemen perubahan ada empat, yaitu:
Tahap 1,  yang merupakan tahap identifikasi perubahan, diharapkan seseorang dapat mengenal perubahan apa yang akan dilakukan /terjadi.  Dalam tahap ini seseorang atau kelompok dapat mengenal kebutuhan perubahan dan mengidentifikasi tipe perubahan.
Tahap 2,  adalah tahap perencanaan perubahan.  Pada tahap ini harus dianalisis mengenai diagnostik situasional tehnik, pemilihan strategi umum, dan pemilihan.   Dalam proses ini perlu dipertimbangkan adanya faktor pendukung sehingga perubahan dapat terjadi dengan baik.
Tahap 3, merupakan tahap implementasi perubahan dimana terjadi proses pencairan, perubahan dan pembekuan yang diharapkan.  Apabila suatu perubahan sedang terjadi kemungkinan timbul masalah. Untuk itu perlu dilakukan monitoring perubahan.
Tahap 4, adalah tahap evaluasi dan umpan balik.  Untuk melakukan evaluaasi diperlukan data, oleh karena itu dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dan evaluasi data tersebut.  Hasil evaluasi ini dapat di umpan balik kepada tahap 1 sehingga memberi dampak pada perubahan yang diinginkan berikutnya.
Sasaran-Sasaran Perubahan
Dalam menganalisa sasaran-sasaran perubahan yang sifatnya organisasional, hendaknya selalu diperhatikan kaitan antara sasaran-sasaran yang ingin dicapai itu dengan tujuan yang hendak dicapai, sepanjang tujuan yang telah ditentukan sebelumnya tidak turut diubah. Memang bukan hal yang mustahil terjadi bahwa tujuan organisasi pun dirasakan memerlukan perubahan, baik dalam arti keseluruhan, maupun komponen tertentu dari tujuan tersebut.
Berikut adalah sasaran-sasaran perubahan tersebut:
a.       Perubahan dalam struktur organisasi
Komponen organisasi yang amat sering dijadikan sebagai salah satu sasaran perubahan organisasional adalah stuktur organisasi. Perubahan dalam struktur organisasi meliputi  :
  1. Perumusan dalam rumusan atau segi-segi tertentu pada tujuan yang telah ditetapkan.
  2. Perubahan dalam mision yang hendak diemban. Seperti misalnya mission suatu Angkatan Bersenjata yang dirumuskan dengan gaya tertentu dalam suasana damai yang perlu diubah apabila negara dalam keadaan perang.
  3. Perubahan dalam rumusan, sifat dan jenis tugas pokok, tugas dan kegiatan operasional.
  4. Perubahan dalam beban kerja yang dipikul oleh organisasi sebagai keseluruhan atau komponen-komponen tertentu dari organisasi.
b.      Perubahan prosedur kerja.
Perubahan dalam bidang prosedur kerja dapat saja terjadi dengan atau tanpa perubahan dalam struktur organisasi. Perubahan dalam prosedur kerja dapat terjadi secara menyeluruh dan mencakup seluruh peroses administrasi, ataupun terjadi secara inkeremental artinya hanya mencakup sebagian proses administrasi. Perubahan prosedur kerja meliputi:
1.      Perubahan prosedur kerja dalam kegiatan investigatif dalam rangka analisa dan perumusan kebijaksanaan. Dalam rangka analisa san perumusan kebijaksanaan, organisasi-organisasi modern melakukan kegiatan investigatif atau dengan kata lain usaha pengumpulan informasi. Jika misalnya suatu organisasi mengambil keputusan untuk mengubah strategi dan caranya memperoleh informasi, keputusan tersebut tentunya mempunyai implikasi dalam bentuk perubahan dalam prosedur kerja untuk memenuhi kebutuhan organisasi akan informasi tertentu.
2.      Perubahan prosedur kerja dalam  perumusan kebijaksanaan. Hal ini berkaitan dengan manajemen dan gaya kepemimpinan para pemimpin organisasi. Artinya, jika seorang pemimipin menerapkan manajemen terbuka dan sifatnya partisipatif, ia akan mengajak bawahannya untuk berperan aktif dalam perumusan kebijaksanaan. Cara dan pendekatan seperti ini mungkin terasa berbelit-belit dan rumit, akan tetapi dipandang dari segi perilaku administratif, jalan inilah merupakan cara yang terbaik. Atau sebaliknya ketika seorang pemimpin menjalankan manajemen yang sifatnya otoriter ia akan menutup partisipasi bawahannya dalam proses perumusan kebijaksanaan tersebut
3.      Perubahan prosedur kerja dalam proses pengambilan keputusan. Sebagaimana halnya dengan proses perumusan kebijaksanaan, proses pengambilan keputusan juga berkaitan dengan manajemen dan gaya kepemimpinan para pemimpin organisasi. Dalam proses pengambilan keputusan perlu dirumuskan secara tegas dan jelas sifat dan bentuk keterlibatan berbagai pihak, termasuk segala perubahan yang dianggap perlu untuk peningkatan efisiensi dan efektifitas kerja baik di tingkat individual maupun pada tingkat organisasional.
4.      Perubahan prosedur dalam perencanaan. Hal ini berkaitan dengan kepekaan dan sikap tanggap terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam berbagai bidang diluar organisasi yang pengaruhnya dirasakan dalam pelaksanaan tugas fungsional organisasi. Perubahan-perubahan tersebut berimplikasi terhadap kualitas, jenis dan bentuk informasi yang diperlukan dalam menyusun rencana yang pada gilirannya mungkin menuntut perubahan dalam prosedur kerja. Misalnya, suatu organisasi niaga yang memproduksi mobil mewah. Tiba-tiba terjadi krisis ekonomi yang mengakibatkan harga-harga kebutuhan pokok naik. Sehingga orang-orang terpaksa mempertimbangkan kembali niatnya untuk membeli mobil mewah dan lebih banyak memikirkan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya yang lebih mendesak. Hal ini mengakibatkan organisasi niaga tersebut harus mengadakan penyesuaian tertentu dalam menyusun rencana kerjanya baik dalam rencana produksi, penggudangan, pemasaran dan sebagainya.
5.      Perubahan prosedur kerja dalam pengorganisasian. Hal ini berkaitan dengan perubahan yang bersifat struktural dalam organisasi.
6.      Perubahan perubahan prosedur kerja dalam pergerakan bawahan. Hal ini berkaitan dengan faktor motivasional yang bersifat kebendaan dan non-kebendaan dari para anggota organisasi. Para anggota organisasi akan menerima perubahan yang akan terjadi apabila dalam diri mereka timbul keyakinan bahwa perubahan yang terjadi itu akan menguntungkan atau bahkan merugikannya. Disamping itu pimpinan organisasi memang perlu untuk selalu mencari dan menemukan prosedur baru yang dapat menguntungkan bagi organisasi dan yang memberi kemudahan bagi para anggotanya. Misalnya pada prosedur pembayaran gaji dan upah. Pembayaran gaji dengan cara yang konvensional dengan cara antri di depan loket pembayaran gaji mungkin lebih efisien dan lebih mudah apabila diganti dengan sistem pembayaran transfer via rekening. Hal tersebut diatas dapat mempunyai efek motivasional yang tidak kecil artinya.
7.      Perubahan prosedur kerja dalam melaksanakan tugas operasional. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan, cara kerja dan prosedur kerja operasional yang sudah biasa dipergunakan oleh para petugas operasional yang yang tidak mudah untuk diubah. Masalahnya sering berubah dari masalah yang bersifat teknis menjadi masalah sikap. Contohnya para petani yang tinggal di daerah pedesaan dan hidup dalam lingkungan yan dapat dikatakan tradisional, sudah mempunyai persepsi dan kebiasaan tertentu tentang cara bercocok tanam atau bertani. Persepsi dan kebiasaan tertentu itu bahkan mungkin sudah dianggap sebagai satu-satunya persepsi dan kebiasaan yang benar dan oleh karena itu tidak perlu diubah lagi. Apalagi kalau mengingat bahwa persepsi dan kebiasaan itu telah berlaku turun-temurun di masyarakat. Apabila ada usaha dari pemerintah misalnya untuk mengubah persepsi dan kebiasaan itu tidak mudah dan memerlukan kesabaran, tenaga, biaya, waktu yang tidak sedikit. Umpamanya kebiasaan dalam menyuburkan tanah dengan cara lama yang menggunakan pupuk kimiawi diganti dengan cara menggunakan pupuk organik. Jelaslah bahwa mengubah prosedur kerja operasional tidak tepat apabila hanya dipandang sebagai masalah teknis saja, karena sering yang menjadi penghalang adalah justru sikap mental yang mengakibatkan orang tidak mau atau enggan menerima perubahan. Kareanya, pendekatan yang diperlukan tidak hanya pendekatan teknis, melainkan juga pendekatan psikologis dan perilaku.
8.      Perubahan prosedur kerja dalam hal melakukan pengawasan. Pengawasan merupakan fungsi manajemen yang sangat penting artinya dalam meningkatkan efisiensi, efektifitas dan produktifitas kerja. Dengan kata lain, pengawasan amat penting peranannya dalam menghilangkan atau mengurangi pemborosan dan penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya, dalam usaha pengumpulan fakta dan data operasional dengan teknologi informasi dapat meningkatkan efisiensi pengawasan yang nantinya akan meningkatkan efisiensi organisasi.

c.       Perubahan Dalam Hubungan Kerja Antar Personal.
Hubungan yang serasi antara semua orang dalam organisasi adalah suatu hal yang sangat penting, oleh karena itu suasana demokratis dan partisipatif perlu dikembangkan dan dipelihara dalam organisasi. Jika organisasi dikelola dengan cara-cara yang otoriter, diktatorial, tertutup dan melalui "tangan besi", organisasi demikian diperkirakan akan gagal dalam pencapaian tujuannya. Oleh karena itu hubungan kerja harus disoroti. Hubungan kerja adalah segala bentuk interaksi personal yang terjadi dalam rangka pelaksanaan tugas baik vertikal maupun horizontal antara anggota organisasi. Hubungan kerja yang serasi itu hendaknya ditumbuhkan dan dipelihara secara melembaga sehingga bentuk dan sifatnya tidak tergantung kepada selera individu tertentu.
Dibawah ini adalah hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam hal perubahan dalam hubungan kerja antar personal:
1.    Loyalitas kelembagaan. Yang perlu ditumbuhkan dalam organisasi adalah loyalitas para anggotanya kepada organisasi bukan kepada orang tertentu, misalnya jika pada waktu tertentu si A menjadi direktur utama perusahaan X, loyalitas yang melembaga adalah loyalitas kepada perusahaan X dan kepada direktur utama, bukan kepada si A secara pribadi. Dengan demikian, apabila terjadi pergantian jabatan direktur utama, dari si A ke si B, tidak sulit bagi anggota organisasi mempertahankan loyalitasnya yang sejak semula memang tidak ditujukan kepada si A secara pribadi.
2.    Kebijaksanaan tentang sifat hubungan kerja hendaknya dinyatakan secara tertulis. Pentingnnya kebijaksaaan tentang hubungan kerja itu dinyatakan secara tertulis terlihat bukan saja dalam rangka kontinuitas, akan tetapi juga agar tidak mudah diubah-ubah untuk memenuhi selera manajerial dari orang-orang tertentu. Misalnya perlu diatur secara tertulis siapa yang berhubungan dengan siapa dan dalam hal apa, mekanisme koordinasi yang berlaku dalam organisasi, cara dan teknik pendelegasian wewenang serta pengaturan hubungan pertanggungjawaban.

Faktor-Faktor yang  Mempengaruhi Perubahan
Setiap perubahan akan memengaruhi siapapun; apakah dia pihak manajemen ataukah anggota organisasi. Perubahan bisa ditanggapi secara positif ataukah negatif bergantung pada jenis dan derajat perubahan itu sendiri. Ditanggapi secara negatif atau dalam bentuk penolakan kalau perubahan yang terjadi dinilai merugikan diri manajemen dan anggota organisasi. Misalnya yang menyangkut  penurunan kompensasi, pembatasan karir, dan rasionalisasi anggota organisasi. Sementara kalau perubahan itu terjadi pada inovasi proses perbaikan mutu maka perubahan yang timbul pada manajemen dan anggota organisasi adalah dalam hal pengetahuan, sikap dan ketrampilan mengoperasikan teknologi baru. Kalau itu terjadi pada perubahan motivasi anggota organisasi staf dalam suatu tim kerja maka perubahan yang semestinya terjadi adalah terjadinya perubahan manajemen mutu sumberdaya manusia. Itu semua tanggapan positif atas terjadinya perubahan.
Untuk mencapai keberhasilan suatu program perubahan maka setiap orang harus siap dan mampu merubah perilakunya. Hal ini sangat bergantung pada apa yang mempengaruhi perilaku dan apa pula yang mendorong seseorang untuk berubah. Faktor-faktor internal yang diduga mempengaruhi perilaku meliputi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan/keyakinan, lingkungan dan visi organisasi. Sementara faktor-faktor  pendorong seseorang untuk berubah adalah kesempatan memperoleh keuntungan nyata atau menghindari terjadinya kerugian pribadi. Beragam Faktor Mempengaruhi Perubahan perilaku  dimaksud diuraikan sebagai berikut.
(1)    Pengetahuan
Pengetahuan merupakan unsur pokok bagi setiap anggota organisasi untuk merubah perilakunya dalam mengerjakan sesuatu. Semakin tinggi tingkat pengetahuan anggota organisasi semakin mudah dia untuk mengikuti perubahan sesuai dengan tugasnya. Karena itu pengetahuan ditempatkan secara strategis sebagai salah satu syarat penting bagi kemajuan perilaku anggota organisasi. Anggota organisasi yang hanya menggunakan pengetahuan yang sekedarnya akan semakin tertinggal kinerjanya dibanding anggota organisasi yang selalu menambah pengetahuannya yang baru.
(2)    Ketrampilan
Ketrampilan, baik fisik maupun non-fisik, merupakan kemampuan seseorang yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan baru. Ketrampilan fisik dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan fisik, misalnya mengoperasikan komputer, mesin produksi dsb. Ketrampilan non-fisik dibutuhkan untuk mendapatkan sesuatu yang sudah jadi. Misalnya kemampuan memimpin rapat, membangun komunikasi, dan mengelola hubungan dengan para pelanggan secara efektif. Jadi disitu terdapat hubungan antara proses dan ketrampilan komunikasi antarpersonal. Ketrampilan lebih sulit untuk diubah atau dikembangkan ketimbang pengetahuan. Perubahan ketrampilan sangat terkait dengan pola perilaku naluri (instink). Proses perubahan respon instink anggota organisasi membutuhkan waktu relatif cukup panjang karena faktor kebiasaan apalagi budaya tidak mudah untuk diubah. Misalnya anggota organisasi yang biasanya bertanya pada anggota organisasi dengan ucapan “apa yang manajer inginkan” (kurang sopan) sulit untuk segera berubah menjadi ucapan”apa yang dapat saya kerjakan untuk manajer” atau “bolehkah saya membantu manajer” (lebih sopan).
(3)    Kepercayaan
Kepercayaan anggota organisasi menentukan sikapnya dalam menggunakan pengetahuan dan ketrampilannya untuk mengerjakan sesuatu. Boleh jadi anggota organisasi diberikan pengetahuan dan ketrampilan baru dengan cara berbeda. Namun hal itu dipengaruhi oleh kepercayaan yang dimilikinya apakah pengetahuan dan ketrampilan yang diterimanya akan berguna atau tidak. Dengan kata lain suatu kepercayaan relatif sulit untuk diubah. Jadi kalau  ingin melatih anggota organisasi harus diketahui dahulu kepercayaan yang dimiliki anggota organisasi sekurang-kurangnya tentang aspek persepsi dari kegunaan suatu pelatihan.
(4)    Lingkungan
Suatu lingkungan organisasi mempengaruhi perilaku anggota organisasi apakah melalui pemberian penghargaan atas perilaku yang diinginkan ataukah dengan mengoreksi perilaku yang tidak diinginkan. Lingkungan organisasi seperti keteladanan pimpinan dan model kepemimpinan serta masa depan organisasi yang cerah akan berpengaruh pada derajat dan mutu perubahan perilaku anggota organisasi. “Apa yang organisasi berikan pada anggota organisasi dan apa pula yang organisasi dapatkan”. Keberhasilan organisasi sangat ditentukan oleh apa yang bisa diberikan organisasi kepada anggota organisasinya. Semakin tinggi kadar insentif yang diberikan semakin efektif terjadinya perubahan perilaku anggota organisasinya. Sebaliknya organisasi yang tidak efektif  atau gagal  cenderung akan menciptakan perubahan perilaku yang juga tidak efektif.
(5)    Tujuan organisasi
Tujuan organisasi ditentukan oleh kepercayan kolektif dari para pimpinan organisasi dan ini menciptakan lingkungan tertentu. Selain itu tujuan merupakan turunan dari visi masa depan dan sistem nilai organisasi. Pemimpin organisasi yang memiliki visi dan tujuan yang jelas akan menciptakan lingkungan yang mendorong perilaku produktif. Sebaliknya hanya akan menciptakan kebingungan di kalangan anggota organisasi.
Kombinasi dari lima faktor di atas menentukan keefektifan suatu perubahan perilaku anggota organisasi. Dengan pengembangan pengetahuan yang ada anggota organisasi semakin mengetahui atau memahami apa yang dibutuhkan untuk mampu mengerjakan pekerjaannya. Ketrampilan dalam bentuk kemampuan fisik dan non-fisik dibutuhkan agar anggota organisasi mampu mengerjakan pekerjaan yang baru. Kepercayaan menentukan apakah anggota organisasi akan menggunakan ketrampilan dan teknik barunya dalam praktek. Sementara lingkungan organisasi akan menciptakan tujuan organisasi dalam merumuskan standar apa yang bisa diterimanya. Tujuan organisasi itu sendiri ditentukan oleh visi organisasi dan dapat menciptakan lingkungan baru. Selain itu bisa jadi faktor pengaruh menguatnya kecerdasan emosional dan spiritual dari anggota organisasi akan membantu organisasi lebih siap dalam mengelola perubahan.

Pelaku Perubahan
Setidak-tidaknya ada tiga pelaku perubahan yang bisa berperan dalam setiap proses perubahan, diantaranya adalah:
1.      Para pelaku perubahan dengan kekuasaan resmi (legitimacy of change) adalah mereka yang memiliki kekuasaan yang diakui secara formal dan dianggap sah.
2.      Para pendorong dan penganjur timbulnya perubahan (instigators of change) adalah mereka yang memandang perlunya perubahan karena telah membandingkan dan melihat sesuatu yang baik di tempat lain, seperti mereka yang baru kembali dari studi banding.
3.      Para fasilitator perubahan (facilitator of change) adalah mereka yang memiliki kewibawaan dan diakui serta dikenal sebagai pemimpin informal yang memudahkan serta melicinkan proses timbulnya perubahan.
Para pelaku perubahan tersebut diatas memiliki karakteristik dan cirri-ciri sebagai berikut :
1.      Memiliki pemikiran dan ide inovatif, bersemangat dan berani.
2.      Selalu mencari hal-hal baru yang menantang dengan mempertimbangkan resiko yang tidak terlalu tinggi.
3.      Ingin selalu melihat organisasi, masyarakat atau institusinya berkembang maju dan memilii loyalitas yang tinggi serta komitmen yang kuat
4.      Pandai berorganisasi, cerdik dalam berpolitik, mengerti sistem kekuasaan serta batas-batas perubahan yang ingin dilakukan tetapi tidak terkalahkan oleh rintangan dan keterbatasan yang ada.
5.      Dapat menjadi anggota dan pemain tim yang efektif serta gampang dan senang berkawan.

Masalah dalam Perubahan
Tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu perubahan tidak bisa dihindarkan. Harus dihadapi. Karena hakikatnya memang seperti itu maka diperlukan satu manajemen perubahan agar proses dan dampak dari perubahan tersebut mengarah pada titik positif.
Banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan. Masalah yang paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”. Istilah yang sangat populer dalam manajemen adalah resistensi perubahan (resistance to change). Penolakan atas perubahan tidak selalu negatif karena justru karena adanya penolakan tersebut maka perubahan tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
     Penolakan atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk yang standar. Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera, misalnya mengajukan protes, mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya; atau bisa juga tersirat (implisit), dan lambat laun, misalnya loyalitas pada organisasi berkurang, motivasi kerja menurun, kesalahan kerja meningkat, tingkat absensi meningkat, dan lain sebagainya.
Untuk keperluan analitis, dapat dikategorikan sumber penolakan atas perubahan, yaitu penolakan yang dilakukan oleh individual dan yang dilakukan oleh kelompok atau organisasional.
a.       Penolakan individual
Karena persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka individu punya potensi sebagai sumber penolakan atas perubahan. Penolakan individual dapat terjadi karena hal-hal dibawah ini :
1. Kebiasaan. Kebiasaan merupakan pola tingkah laku yang kita tampilkan secara berulang-ulang sepanjang hidup kita. Kita lakukan itu, karena kita merasa nyaman, menyenangkan. Bangun pukul 5 pagi, ke kantor pukul 7, bekerja, dan pulang pukul 4 sore. Istirahat, nonton TV, dan tidur pukul 10 malam. Begitu terus kita lakukan sehingga terbentuk satu pola kehidupan sehari-hari. Jika perubahan berpengaruh besar terhadap pola kehidupan tadi maka muncul mekanisme diri, yaitu penolakan.
2. Rasa aman. Jika kondisi sekarang sudah memberikan rasa aman, dan kita memiliki kebutuhan akan rasa aman relatif tinggi, maka potensi menolak perubahan pun besar. Mengubah cara kerja padat karya ke padat modal memunculkan rasa tidak aman bagi para pegawai.
3. Faktor ekonomi. Faktor lain sebagai sumber penolakan atas perubahan adalah soal menurun-nya pendapatan. Pegawai menolak konsep 5 hari kerja karena akan kehilangan upah lembur.
4. Takut akan sesuatu yang tidak diketahui. Sebagian besar perubahan tidak mudah diprediksi hasilnya. Oleh karena itu muncul ketidak pastian dan keraguraguan. Kalau kondisi sekarang sudah pasti dan kondisi nanti setelah perubahan belum pasti, maka orang akan cenderung memilih kondisi sekarang dan menolak perubahan.
5. Persepsi. Persepsi cara pandang individu terhadap dunia sekitarnya. Cara pandang ini mempengaruhi sikap. Pada awalnya program keluarga berencana banyak ditolak oleh masyarakat, karena banyak yang memandang program ini bertentangan dengan ajaran agama, sehingga menimbulkan sikap negatif.
b.      Penolakan Organisasional
Organisasi, pada hakekatnya memang konservatif. Secara aktif mereka menolak perubahan. Misalnya saja, organisasi pendidikan yang mengenal-kan doktrin keterbukaan dalam menghadapi tantangan ternyata merupakan lembaga yang paling sulit berubah. Sistem pendidikan yang sekarang berjalan di sekolah-sekolah hampir dipastikan relatif sama dengan apa yang terjadi dua puluh lima tahun yang lalu, atau bahkan lebih. Begitu pula sebagian besar organisasi bisnis. Terdapat enam sumber penolakan atas perubahan yaitu:
1. Inersia struktural. Artinya penolakan yang terstrukur. Organisasi, lengkap dengan tujuan, struktur, aturan main, uraian tugas, disiplin, dan lain sebagainya menghasil- kan stabilitas. Jika perubahan dilakukan, maka besar kemungkinan stabilitas terganggu.
2. Fokus perubahan berdampak luas. Perubahan dalam organisasi tidak mungkin terjadi hanya difokuskan pada satu bagian saja karena organisasi merupakan suatu sistem. Jika satu bagian dubah maka bagian lain pun terpengaruh olehnya. Jika manajemen mengubah proses kerja dengan teknologi baru tanpa mengubah struktur organisasinya, maka perubahan sulit berjalan lancar.
3. Inersia kelompok kerja. Walau ketika individu mau mengubah perilakunya, norma kelompok punya potensi untuk menghalanginya. Sebagai anggota serikat pekerja, walau sebagai pribadi kita setuju atas suatu perubahan, namun jika perubahan itu tidak sesuai dengan norma serikat kerja, maka dukungan individual menjadi lemah.
4. Ancaman terhadap keahlian. Perubahan dalam pola organisasional bisa mengancam keakhlian kelompok kerja tertentu. Misalnya, penggunaan komputer untuk merancang suatu desain, mengancam kedudukan para juru gambar.
5. Ancaman terhadap hubungan kekuasaan yang telah mapan. Mengintroduksi sistem pengambilan keputusan partisipatif seringkali bisa dipandang sebagai ancaman kewenangan para penyelia dan manajer tingkat menengah.
6. Ancaman terhadap alokasi sumberdaya. Kelompok-kelompok dalam organisasi yang mengendalikan sumber daya dengan jumlah relatif besar sering melihat perubahan organisasi sebagai ancaman bagi mereka. Apakah perubahan akan mengurangi anggaran atau pegawai kelompok kerjanya?.

Strategi Mengatasi Penolakan
Coch dan French Jr. mengusulkan ada enam taktik yang bisa dipakai untuk mengatasi resistensi perubahan yaitu:
1.      Pendidikan dan Komunikasi. Berikan penjelasan secara tuntas tentang latar belakang, tujuan, akibat, dari diadakannya perubahan kepada semua pihak. Komunikasikan dalam berbagai macam bentuk. Ceramah, diskusi, laporan, presentasi, dan bentuk-bentuk lainnya.
2.      Partisipasi. Ajak serta semua pihak untuk mengambil keputusan. Pimpinan hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Biarkan anggota organisasi yang mengambil keputusan
3.      Memberikan kemudahan dan dukungan. Jika pegawai takut atau cemas, lakukan konsultasi atau bahkan terapi. Beri pelatihan-pelatihan. Memang memakan waktu, namun akan mengurangi tingkat penolakan.
4.      Negosiasi. Cara lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan negosiasi dengan pihak-pihak yang menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan jika yang menentang mempunyai kekuatan yang tidak kecil. Misalnya dengan serikat pekerja. Tawarkan alternatif yang bisa memenuhi keinginan mereka
5.      Manipulasi dan Kooptasi. Manipulasi adalah menutupi kondisi yang sesungguhnya. Misalnya memlintir (twisting) fakta agar tampak lebih menarik, tidak mengutarakan hal yang negatif, sebarkan rumor, dan lain sebagainya. Kooptasi dilakukan dengan cara memberikan kedudukan penting kepada pimpinan penentang perubahan dalam mengambil keputusan.
6.      Paksaan. Taktik terakhir adalah paksaan. Berikan ancaman dan jatuhkan hukuman bagi siapapun yang menentang dilakukannya perubahan.





Kesimpulan
Dalam kehidupan manusia, perubahan tidak dapat dihindari. Dimulai oleh dunia usaha yang lebih dulu menyadari pentingnya  perubahan bagi peningkatan kualitas produksi yang dihasilkan, sampai ke administrasi pemerintahan. Berbagai upaya dan pendekatan telah dilakukan untuk  memecahkan masalah yang timbul akibat adanya perubahan. Oleh karena perubahan memang selalu terjadi dan pasti akan selalu terjadi, pimpinan organisasi baik organisasi pemerintah maupun non-pemerintah disamping harus memiliki kepekaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi diluar organisasi yang dipimpinnya dan mampu memperhitungkan dan mengakomodasikan dampak dari perubahan-perubahan yang terjadi itu, mutlak perlu pula untuk mempunyai keterampilan dan keberanian untuk melakukan perubahan didalam organisasi demi peningkatan kemampuan organisasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Oleh karena itu untuk menghadapi perubahan kita perlu melakukam manajemen perubahan yang berarti upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi.
Tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu perubahan tidak bisa dihindarkan. Harus dihadapi. Karena hakikatnya memang seperti itu maka diperlukan satu manajemen perubahan agar proses dan dampak dari perubahan tersebut mengarah pada titik positif.

Referensi
Alamsyah, Kamal. 2004. Perilaku Organisasi dalam Birokrasi Pemerintahan. Pustaka Raja. Yogyakarta
Arsyad, Azhar. 2003. Pokok Pokok Manajemen. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Siagian, Sondang P. 2003. Filsafat Administrasi. Bumi Aksara. Jakarta
Siagian, Sondang P. 1997. Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi. PT Toko Gunung Agung. Jakarta
Suganda, Dann. 1986. Manajemen Administrasi. Sinar Baru. Bandung
Utomo, Warsito. 2007. Administrasi Publik Baru Indonesia. Pustaka Pelajar. Jakarta
Wicaksono, Kristian Widya. 2006. Administrasi dan Birokrasi Pemerintah. Graha Ilmu.Yogyakarta






Rabu, 23 Maret 2011

Sajadah Dari TNI


Oleh :
Jaleswari Pramodhawardani

TNI berupaya mengajak warga Ahmadiyah kembali ke Islam. Menyalahi fungsi?
Operasi sajadah atau gelar sajadah oleh TNI menjadi perbincangan serius di berbagai media beberapa pekan ini. Ini bisa jadi buah dari ketidaktegasan pemerintah dalam menyikapi persoalan Ahmadiyah. Bola salju persoalan ini terus menggelinding liar hingga ke daerah, dan masuk segala ranah.

Sejumlah pemerintah daerah, melalui tafsir sepihaknya, bahkan telah mulai merepresi warganya sendiri melalui kebijakan diskriminatif, seperti dilakukan Gubernur Jawa Barat dengan mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pelarangan Aktivitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia, atau Surat Keputusan (SK) dan kebijakan terkait Ahmadiyah yang dinilai melanggar hak konstitusional beragama.

Buntut dari kebijakan diskriminatif itu melahirkan laporan kegiatan yang diterima Komisi I DPR. Isinya, TNI berupaya mengajak warga Ahmadiyah kembali ke Islam. Menurut laporan ini, kegiatan itu diduga melibatkan 56 Komando Rayon Militer (Koramil) di bawah Kodam Siliwangi, Jawa Barat. Kendati pemerintah membantah, tapi bukti itu telanjur mencemaskan banyak pihak. Kita bisa maklum, mengingat pengalaman buruk jaman Orde Baru tentang peran TNI.

Ada pertanyaan muncul: atas perintah siapa TNI dan Polri digerakkan? Karena jika merujuk pasal 5 UU TNI tahun 2004 dikatakan bahwa TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. Jika dikaitkan tugas TNI, apa yang sedang terjadi ini jelas bertentangan.

Tentu ini mengejutkan. Reformasi sektor keamanan mulai dipertanyakan. Perjalanan 13 tahun demokrasi kita ternyata belum cukup bagi negara mencari keseimbangan, antara membangun kerangka kerja demokratik dengan kebutuhan pragmatis menguatkan para aktor keamanan ini. Para politisi dan birokrat kerap sulit menahan godaan untuk tidak lagi mengundang TNI masuk ke ranah ini.

Profesionalisme yang dibangun susah payah mulai kendor setelah satu dekade. Tentu masih diperlukan studi lebih lanjut agar sampai kepada kesimpulan apakah ini bersumber dari internal TNI ataukah eksternal, dalam hal ini pemerintah sipil.

Jika ini terjadi, negara tanpa disadari ikut bertanggung jawab atas kemunduran proses ini. Sungguh disayangkan, mengingat setiap badan kenegaraan termasuk TNI, semestinya memainkan peran khusus, dan memiliki standarisasi nilai, prosedur, pengembangan spesialisasi fungsi, dan diferensiasi struktur.

Itu sebabnya, kita paham mengapa gejala kemunduran pada TNI itu membuat banyak pihak cemas. Pada masa Orde Baru, TNI memainkan fungsi jamak (alat pertahanan, bisnis dan politik). Akibatnya, proses profesionalisme tak dapat berlangsung. Pada era reformasi, fungsi jamak TNI ini dilucuti, dan kekuatan bersenjata itu dikembalikan ke fungsi aslinya.

Pemerintah dari semua level, terutama pemerintah daerah, perlu menyadari hal ini, bahwa sebagai Tentara Nasional, TNI tidak boleh dipergunakan sebagai alat kepentingan pemerintah yang bertentangan dengan konstitusi dan pancasila, juga UU TNI dan Pertahanan.

Tanpa menafikan pencapaian reformasi yang ada, mungkin perlu evaluasi kritis dari pemerintah sendiri tentang proses yang mulai tersendat-sendat ini.

Dari lensa yang optimistik, secara struktur memang terlihat ada perubahan signifikan, ada upaya untuk meletakkan kerangka kerja demokratik dalam proses perpindahan rejim. Misalkan, terbentuknya diferensiasi struktur dan spesialisasi tugas di beberapa institusi pemerintah dan aktor keamanan inti (TNI , Kepolisian, Intelijen). Reformasi itu juga tercermin dari produk kebijakan yang dibuat.

Tapi juga perlu diperiksa ada kesenjangan antara kebijakan yang diproduksi, dan implementasi di lapangan. Kesenjangan itu melahirkan kekerasan, pertama dari pihak TNI dan Polri yang menyalahgunakan tugasnya, atau dari aktor non negara yang berpeluang menggunakan kekerasan karena kebijakan negara tak jelas dan tidak tegas.

Kita mungkin perlu mengingatkan, bahwa prinsip negara berdaulat salah satunya adalah adanya unit politik yang diberikan otoritas untuk memonopoli kekerasan yang legal (monopoly of a legal force).

Negara berdaulat adalah negara yang menerima pemberian hak ini dengan tidak memberikan ruang bagi pemilikan dan penggunaan instrumen kekerasan oleh kelompok-kelompok non-negara. Mengapa? Karena monopoli kekuatan legal adalah salah satu alat bagi negara untuk mendapatkan supremasi politik. Tapi monopoly of a legal force ini juga penting diperhatikan pengunaannya.

Negara tak dapat campur tangan soal keyakinan yang dianut warga. Intervensi negara terhadap kehidupan beragama setiap warganegara terbatas, sepanjang tak berkaitan dengan hal kekerasan, kriminalitas, dan ketertiban umum. Jadi hanya di wilayah itulah negara boleh hadir dengan para aktor keamanannya.

Pada saat sama, negara juga diikat oleh kewajiban mendorong terciptanya toleransi, saling menghargai, gotong royong di antara warga kepada kelompok-kelompok marjinal. Apalagi ruang publik kita makin pengap dengan kekerasan dan aroma anyir darah.

Bisa jadi ini bukan sekedar persoalan kekerasan berbasiskan agama an-sich. Mungkin bertalian dengan kepentingan lain, ekonomi misalnya. Dalam negara yang sarat praktik korupsi dan para koruptor merajalela, selalu ada taruhan gesekan politik jangka pendek. Jika negara lemah, maka dia bisa bermain dalam situasi politik apapun.

Jaleswari Pramodhawardani, Peneliti LIPI dan The Indonesian Institute.

Sumber :vivanews.com

Selasa, 22 Maret 2011

Aktor-Aktor Kebijakan Publik



Aktor kebijakan secara garis besar dibagi dua yakni aktor di dalam pemerintahan dan aktor di luar pemerintahan...
Aktor Dan Pelaku Pembuat Kebijakan Publik

Senin, 21 Maret 2011

Dua Sisi Mata Uang Globalisasi

Globalisasi merupakan satu proses untuk meletakkan dunia dibawah satu unit yang sama tanpa dibatasi oleh suatu batas dan kedudukan geografi sebuah negara.

Dua Sisi Globalisasi

Kamis, 17 Maret 2011

"Perda Syari'ah" Kota Tasikmalaya


Masyarakat Kota Tasikmalaya adalah masyarakat religius yang sebagian besar beragama lslam senantiasa menjunjung tinggi harkat, martabat dan kemuliaan ajaran agama yang berfungsi sebagai tuntunan dalam menjalankan kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara sehingga Pemerintah Daerah perlu mendorong setiap upaya masyarakat untuk senantiasa menyeru dan mengajak kepada kebaikan dan mencegah perbuatan yang salah sehingga terwujud suasana kehidupan masyarakat yang harmonis, rukun, damai, aman, tertib dan tentram.

Perda-12-2009

Perda Kota Tasikmalaya No. 11 Tahun 2005 Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik


Untuk membantu kegiatan Partai Politik dalam rangka memperjuangkan aspirasi masyarakat guna membina kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, maka kepada Partai Politik perlu diberikan bantuan keuangan
Perda Kota Tasikmalaya NOMOR_11_TAHUN_2005 Tentang Bantuan Keuangan Parpol

Rabu, 16 Maret 2011

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA


Dalam rangka menyelenggarakan Pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemerataan, pertumbuhan antar desa dan peningkatan pelayanan dasar serta peningkatan pemberdayaan masyarakat desa perlu adanya sumber pendapatan desa yang memadai
Perda Banjar No.14 Th 2007 Ttg Sumber an Desa

Budidaya Pohon Sengon/Albasia


Sengon dalam bahasa latin disebut Albazia Falcataria, termasuk famili Mimosaceae, keluarga petai – petaian. Di Indonesia, sengon memiliki beberapa nama daerah seperti berikut :

Jawa :jeunjing, jeunjing laut (sunda), kalbi, sengon landi, sengon laut, atau sengon sabrang (jawa).

Maluku : seja (Ambon), sikat (Banda), tawa (Ternate), dan gosui (Tidore)

Bagian terpenting yang mempunyai nilai ekonomi pada tanaman sengon adalah kayunya. Pohonnya dapat mencapai tinggi sekitar 30–45 meter dengan diameter batang sekitar 70 – 80 cm. Bentuk batang sengon bulat dan tidak berbanir. Kulit luarnya berwarna putih atau kelabu, tidak beralur dan tidak mengelupas. Berat jenis kayu rata-rata 0,33 dan termasuk kelas awet IV - V.

Kayu sengon digunakan untuk tiang bangunan rumah, papan peti kemas, peti kas, perabotan rumah tangga, pagar, tangkai dan kotak korek api, pulp, kertas dan lain-lainnya.
Tajuk tanaman sengon berbentuk menyerupai payung dengan rimbun daun yang tidak terlalu lebat. Daun sengon tersusun majemuk menyirip ganda dengan anak daunnya kecil-kecil dan mudah rontok. Warna daun sengon hijau pupus, berfungsi untuk memasak makanan dan sekaligus sebagai penyerap nitrogen dan karbon dioksida dari udara bebas.

Sengon memiliki akar tunggang yang cukup kuat menembus kedalam tanah, akar rambutnya tidak terlalu besar, tidak rimbun dan tidak menonjol kepermukaan tanah. Akar rambutnya berfungsi untuk menyimpan zat nitrogen, oleh karena itu tanah disekitar pohon sengon menjadi subur.

Dengan sifat-sifat kelebihan yang dimiliki sengon, maka banyak pohon sengon ditanam ditepi kawasan yang mudah terkena erosi dan menjadi salah satu kebijakan pemerintah melalui DEPHUTBUN untuk menggalakan ‘Sengonisasi’ di sekitar daerah aliran sungai (DAS) di Jawa, Bali dan Sumatra.

Bunga tanaman sengon tersusun dalam bentuk malai berukuran sekitar 0,5 – 1 cm, berwarna putih kekuning-kuningan dan sedikit berbulu. Setiap kuntum bunga mekar terdiri dari bunga jantan dan bunga betina, dengan cara penyerbukan yang dibantu oleh angin atau serangga.

Buah sengon berbentuk polong, pipih, tipis, dan panjangnya sekitar 6 – 12 cm. Setiap polong buah berisi 15 – 30 biji. Bentuk biji mirip perisai kecil dan jika sudah tua biji akan berwarna coklat kehitaman,agak keras, dan berlilin.

Habitat Sengon

Tanah

Tanaman Sengon dapat tumbuh baik pada tanah regosol, aluvial, dan latosol yang bertekstur lempung berpasir atau lempung berdebu dengan kemasaman tanah sekitar pH 6-7.

Iklim

Ketinggian tempat yang optimal untuk tanaman sengon antara 0 – 800 m dpl. Walapun demikian tanaman sengon ini masih dapat tumbuh sampai ketinggian 1500 m di atas permukaan laut. Sengon termasuk jenis tanaman tropis, sehingga untuk tumbuhnya memerlukan suhu sekitar 18 ° – 27 °C.

Curah Hujan

Curah hujan mempunyai beberapa fungsi untuk tanaman, diantaranya sebagai pelarut zat nutrisi, pembentuk gula dan pati, sarana transpor hara dalam tanaman, pertumbuhan sel dan pembentukan enzim, dan menjaga stabilitas suhu. Tanaman sengon membutuhkan batas curah hujan minimum yang sesuai, yaitu 15 hari hujan dalam 4 bulan terkering, namun juga tidak terlalu basah, dan memiliki curah hujan tahunan yang berkisar antara 2000 – 4000 mm.

Kelembaban

Kelembaban juga mempengaruhi setiap tanaman. Reaksi setiap tanaman terhadap kelembaban tergantung pada jenis tanaman itu sendiri. Tanaman sengon membutuhkan kelembaban sekitar 50%-75%.

Keragaman Penggunaan dan Manfaat Kayu sengon

Pohon sengon merupakan pohon yang serba guna. Dari mulai daun hingga perakarannya dapat dimanfaatkan untuk beragam keperluan.

Daun

Daun Sengon, sebagaimana famili Mimosaceae lainnya merupakan pakan ternak yang sangat baik dan mengandung protein tinggi. Jenis ternak seperti sapi, kerbau, dfan kambingmenyukai daun sengon tersebut.

Perakaran

Sistem perakaran sengon banyak mengandung nodul akar sebagai hasil simbiosis dengan bakteri Rhizobium. Hal ini menguntungkan bagi akar dan sekitarnya. Keberadaan nodul akar dapat membantu porositas tanah dan openyediaan unsur nitrogen dalam tanah. Dengan demikian pohon sengon dapat membuat tanah disekitarnya menjadi lebih subur. Selanjutnya tanah ini dapat ditanami dengan tanaman palawija sehingga mampu meningkatkan pendapatan petani penggarapnya.

Kayu

Bagian yang memberikan manfaat yang paling besar dari pohon sengon adalah batang kayunya. Dengan harga yang cukup menggiurkan saat ini sengon banyak diusahakan untuk berbagai keperluan dalam bentuk kayu olahan berupa papan papan dengan ukuran tertentu sebagai bahan baku pembuat peti, papan penyekat, pengecoran semen dalam kontruksi, industri korek api, pensil, papan partikel, bahan baku industri pulp kertas dll.

Pembibitan Sengon

a) Benih

Pada umumnya tanaman sengon diperbanyak dengan bijinya. Biji sengon yang dijadikan benih harus terjamin mutunya. Benih yang baik adalah benih yang berasal dari induk tanaman sengon yang memiliki sifat-sifat genetik yang baik, bentuk fisiknya tegak lurus dan tegar, tidak menjadi inang dari hama ataupun penyakit. Ciri-ciri penampakan benih sengon yang baik sebagai berikut :

Kulit bersih berwarna coklat tua

Ukuran benih maksimum

Tenggelam dalam air ketika benih direndam, dan

Bentuk benih masih utuh.

Selain penampakan visual tersebut, juga perlu diperhatikan daya tumbuh dan daya hidupnya, dengan memeriksa kondisi lembaga dan cadangan makanannya dengan mengupas benih tersebut. Jika lembaganya masih utuh dan cukup besar, maka daya tumbuhnya tinggi.

b) Kebutuhan Benih

Jumlah benih sengon yang dibutuhkan untuk luas lahan yang hendak ditanami dapat dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan sederhana berikut :

Keterangan :

Luas kebun penanaman sengon 1 hektar (panjang= 100 m dan lebar= 100 m)

Jarak tanam 3 x 2 meter

Satu lubang satu benih sengon

Satu kilogram benih berisi 40.000 butir

Daya tumbuh 60 %

Tingkat kematian selama di persemaian 15 %

Dengan demikian jumlah benih = 100 / 3 x 100/2 x 1 = 1.667 butir. Namun dengan memperhitungkan daya tumbuh dan tingkat kematiannnya, maka secara matematis dibutuhkan 3.705 butir. Sedangkan operasionalnya, untuk kebun seluas satu hektar dengan jarak tanam 3 x 2 meter dibutuhkan benih sengon kira-kira 92,62 gram, atau dibulatkan menjadi 100 gram.

c) Perlakuan benih

Sehubungan dengan biji sengon memiliki kulit yang liat dan tebal serta segera berkecambah apabila dalam keadaan lembab, maka sebelum benih disemaikan , sebaiknya dilakukan treatment guna membangun perkecambahan benih tersebut, yaitu : Benih direndam dalam air panas mendidih (80 C) selama 15 – 30 menit. Setelah itu, benih direndam kembali dalam air dingin sekitar 24 jam, lalu ditiriskan. untuk selanjutnya benih siap untuk disemaikan.

d) Pemilihan Lokasi Persemaian

Keberhasilan persemaian benih sengon ditentukan oleh ketepatan dalam pemilihan tempat. Oleh karena itu perlu diperhatikan beberapa persyaratan memilih tempat persemaian sebagai berikut :

Lokasi persemaian dipilih tempat yang datar atau dengan derajat kemiringan maksimum 5 %

Diupayakan memilih lokasi yang memiliki sumber air yang mudah diperoleh sepanjang musim ( dekat dengan mata air, dekat sungai atau dekat persawahan).

Kondisi tanahnya gembur dan subur, tidak berbatu/kerikil, tidak mengandunh tanah liat.

Berdekatan dengan kebun penanaman dan jalan angkutan, guna menghindari kerusakan bibit pada waktu pengangkutan.

Untuk memenuhi kebutuhan bibit dalam jumlah besar perlu dibangun persemaian yang didukung dengan sarana dan prasarana pendukung yang memadai, antara lain bangunan persemaian, sarana dan prasarana pendukung, sarana produksi tanaman dll. Selain itu ditunjang dengan ilmu pengetahuan yang cukup diandalkan.

Pembibitan Sengon

a) Benih

Pada umumnya tanaman sengon diperbanyak dengan bijinya. Biji sengon yang dijadikan benih harus terjamin mutunya. Benih yang baik adalah benih yang berasal dari induk tanaman sengon yang memiliki sifat-sifat genetik yang baik, bentuk fisiknya tegak lurus dan tegar, tidak menjadi inang dari hama ataupun penyakit. Ciri-ciri penampakan benih sengon yang baik sebagai berikut :

Kulit bersih berwarna coklat tua

Ukuran benih maksimum

Tenggelam dalam air ketika benih direndam, dan

Bentuk benih masih utuh.

Selain penampakan visual tersebut, juga perlu diperhatikan daya tumbuh dan daya hidupnya, dengan memeriksa kondisi lembaga dan cadangan makanannya dengan mengupas benih tersebut. Jika lembaganya masih utuh dan cukup besar, maka daya tumbuhnya tinggi.

b) Kebutuhan Benih

Jumlah benih sengon yang dibutuhkan untuk luas lahan yang hendak ditanami dapat dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan sederhana berikut :

Keterangan :

Luas kebun penanaman sengon 1 hektar (panjang= 100 m dan lebar= 100 m)

Jarak tanam 3 x 2 meter

Satu lubang satu benih sengon

Satu kilogram benih berisi 40.000 butir

Daya tumbuh 60 %

Tingkat kematian selama di persemaian 15 %

Dengan demikian jumlah benih = 100 / 3 x 100/2 x 1 = 1.667 butir. Namun dengan memperhitungkan daya tumbuh dan tingkat kematiannnya, maka secara matematis dibutuhkan 3.705 butir. Sedangkan operasionalnya, untuk kebun seluas satu hektar dengan jarak tanam 3 x 2 meter dibutuhkan benih sengon kira-kira 92,62 gram, atau dibulatkan menjadi 100 gram.

c) Perlakuan benih

Sehubungan dengan biji sengon memiliki kulit yang liat dan tebal serta segera berkecambah apabila dalam keadaan lembab, maka sebelum benih disemaikan , sebaiknya dilakukan treatment guna membangun perkecambahan benih tersebut, yaitu : Benih direndam dalam air panas mendidih (80 C) selama 15 – 30 menit. Setelah itu, benih direndam kembali dalam air dingin sekitar 24 jam, lalu ditiriskan. untuk selanjutnya benih siap untuk disemaikan.

d) Pemilihan Lokasi Persemaian

Keberhasilan persemaian benih sengon ditentukan oleh ketepatan dalam pemilihan tempat. Oleh karena itu perlu diperhatikan beberapa persyaratan memilih tempat persemaian sebagai berikut :

Lokasi persemaian dipilih tempat yang datar atau dengan derajat kemiringan maksimum 5 %

Diupayakan memilih lokasi yang memiliki sumber air yang mudah diperoleh sepanjang musim ( dekat dengan mata air, dekat sungai atau dekat persawahan).

Kondisi tanahnya gembur dan subur, tidak berbatu/kerikil, tidak mengandunh tanah liat.

Berdekatan dengan kebun penanaman dan jalan angkutan, guna menghindari kerusakan bibit pada waktu pengangkutan.

Untuk memenuhi kebutuhan bibit dalam jumlah besar perlu dibangun persemaian yang didukung dengan sarana dan prasarana pendukung yang memadai, antara lain bangunan persemaian, sarana dan prasarana pendukung, sarana produksi tanaman dll. Selain itu ditunjang dengan ilmu pengetahuan yang cukup diandalkan.

Langkah-Langkah Penyemaian Benih Sengon

Terlepas dari kegiatan pembangunan dan penyediaan sarana dan prasarana pendukung maka langkah-langkah penyemaian benih dapat dibagi benjadi tahap – tahap kegiatan sebagai berikut:

a) Penaburan

Kegiatan penaburan dilakukan dengan maksud untuk memperoleh prosentase kecambah yang maksimal dan menghasilkan kecambah yang sehat. Kualitas kecambah ini akan mendukung terhadap pertumbuhan bibit tanaman, kecambah yang baik akan menghasilkan bibit yang baik pula dan hal ini akan dapat membentuk tegakan yang berkualitas.

Bahan dan alat yang perlu diperhatikan dalam kegiatan penaburan adalah sebagai berikut :

Benih

Bedeng tabur/bedeng kecambah

Media Tabur, campuran pasir dengan tanah 1 : 1

Peralatan penyiraman

Tersedianya air yang cukup

dan sebagainya.

Teknik pelaksanaan, bedeng tabur dibuat dari bahan kayu/bambu dengan atap rumbia dengan ukuran bak tabur 5 x 1 m ukuran tinggi naungan depan 75 cm belakang 50 cm.. kemudian bedeng tabur disi dengan media tabur setebal 10 cm , usahakan agar media tabur ini bebas dari kotoran/sampah untuk menghindari timbulnya penyakit pada kecambah.

Penaburan benih pada media tabur dilakukan setelah benih mendapat perlakuan guna mempercepat proses berkecambah dan memperoleh prosen kecambah yang maksimal. Penaburaan dilakukan pada waktu pagi hari atau sore hari untuk menghindari terjadinya penguapan yang berlebihan.

Penaburan ini ditempatkan pada larikan yang sudah dibuat sebelumnya, ukuran larikan tabur ini berjara 5 cm antar larikan dengan kedalaman kira – kira 2,0 cm. Usahakan benih tidak saling tumpang tindih agar pertumbuhan kecambah tidak bertumpuk. Setelah kecambah berumur 7 – 10 hari maka kecambah siap untuk dilakukan penyapihan.

Penyapihan Bibit

Langkah-langkah kegiatan penyapihan bibit antara lain adalah :

Siapkan kantong plastik ukuran 10 x 20 cm, dan dilubangi kecil-kecil sekitar 2 – 4 lubang pada bagian sisi-sisinya.

Masukkan media tanam yang berupa campuran tanah subur, pasir dan pupuk kandang (1:1:1). Jika tanah cukup gembur, jumlah pasir dikurangi.

Setelah media tanam tercampur merata, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plasitk setinggi ¾ bagian, barulah kecambah sengon ditanam, setiap kantong diberi satu batang kecambah.

Kantong plastik yang telah berisi anakan, diletakkan dibawah para-para yang diberi atap jerami atau daun kelapa, agar tidak langsung tersengat terik matahari.

Pada masa pertumbuhan anakan semai sampai pada saat kondisi bibit layak untuk ditanam di lapangan perlu dilakukan pemeliharaan secara intensip.

c) Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan terhadap bibit dipersemaian adalah sebagai berikut :

Penyiraman

Penyiraman yang optimum akan memberikan pertumbuhan yang optimum pada semai / bibit. Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari maupun siang hari dengan menggunakan nozle. Selanjutnya pada kondisi tertentu, penyiraman dapat dilakukan lebih banyak dari keadaan normal, yaitu pada saat bibit baru dipindah dari naungan ke areal terbuka dan hari yang panas.

Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan menggunakan larutan "gir". Adapun pembuatan larutan "gir: sebagai berikut :

Disiapkan drum bekas dan separuh volumenya diisi pupuk kandang. Tambahkan air sampai volumenya ¾ bagian, kemudian tambahkan 15 kg TSP, lalu diaduk rata. Biarkan selama seminggu dan setelah itu digunakan untuk pemupukan.

Dosis pemupukan sebanyak 2 sendok makan per 2 minggu, pada umur 6 bulan, ketika tingginya 70 – 125 cm, bibit siap dipindahkan ke kebun.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan apabila bibit ada yang mati dan perlu dilakukan dengan segera agar bibit sulaman tidak tertinggal jauh dengan bibit lainnya.

Penyiangan

Penyiangan terhadap gulma, dilakukan dengan mencabut satu per satu dan bila perlu dibantu dengan alat pencungkil, namun dilakukan hati –hati agar jangan sampai akar bibit terganggu.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Beberapa hama yang biasa menyerang bibit adalah semut, tikus rayap, dan cacing, sedangkan yang tergolong penyakit ialah kerusakan bibit yang disebabkan oleh cendawan.

Seleksi bibit

Kegiatan seleksi bibit merupakan kegiatan yang dilakukan sebelum bibit dimutasikan kelapangan, maksudnya yaitu mengelompokan bibit yang baik dari bibit yang kurang baik pertumbuhannya. Bibit yang baik merupakan prioritas pertama yang bisa dimutasikan kelapangan untuk ditanam sedangkan bibit yang kurang baik pertumbuhannya dilakukan pemeliharaan yang lebih intensip guna memacu pertumbuhan bibit sehingga diharapkan pada saat waktu tanam tiba kondisi bibit mempunyai kualitas yang merata.

Penyiapan Lahan

Penyiapan lahan pada prinsipnya membebaskan lahan dari tumbuhan pengganggu atau komponen lain dengan maksud untuk memberikan ruang tumbuh kepada tanaman yang akan dibudidayakan. Cara pelaksanaan penyipan lahan digolongkan menjadi 3 cara, yaitu cara mekanik, semi mekanik dan manual. Jenis kegiatannya terbagi menjadi dua tahap ;

Pembersihan lahan, yaitu berupa kegiatan penebasan terhadap semak belukar dan padang rumput. Selanjutnya ditumpuk pada tempat tertentu agar tidak mengganggu ruang tumbuh tanaman.

Pengolahan tanah, dimaksudkan untuk memperbaiki struktur tanah dengan cara mencanggkul atau membajak (sesuai dengan kebutuhan).

Penanaman

Jenis kegiatan yang dilakukan berupa :

Pembuatan dan pemasangan ajir tanam

Ajir dapa dibuat dari bahan bambu atau kayu dengan ukuran, panjang 0,5 – 1 m, lebar 1 – 1,5 cm. Pemasangangan ajir dimaksudkan untuk memberikan tanda dimana bibit harus ditanam, dengan demikian pemasangan ajir tersebut harus sesuai dengan jarak tanam yang digunakan

Pembuatan lobang tanam, lobang tanam dibuat dengan ukuran 30 x 30 x 30 cm tepat pada ajir yang sudah terpasang.

Pengangkutan bibit, ada dua macam pengangkutan bibit yaitu pengankuatan bibit dari lokasi persemaian ketempat penampungan bibit sementara di lapangan (lokasi penanaman), dan pengangkutan bibit dari tempat penampungan sementara ke tempat penanaman.

Penanaman bibit, pelaksanaan kegiatan penanaman harus dilakukan secara hati – hati agar bibit tidak rusak dan penempatan bibit pada lobang tanam harus tepat ditengah-tengah serta akar bibit tidak terlipat, hal ini akan berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit selanjutnya.

Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan berupa kegiatan

Penyulaman, yaitu penggantian tanaman yang mati atau sakit dengan tanaman yang baik, penyulaman pertama dilakukan sekitar 2-4 minggu setelah tanam, penyulaman kedua dilakukan pada waktu pemeliharaan tahun pertama (sebelum tanaman berumur 1 tahun). Agar pertumbuhan bibit sulaman tidak tertinggal dengan tanaman lain, maka dipilih bibit yang baik disertai pemeliharaan yang intensif.

Penyiangan,

Pada dasarnya kegiatan penyiangan dilakukan untuk membebaskan tanaman pokok dari tanaman penggagu dengancara membersihkan gulma yang tumbuh liar di sekeliling tanaman, agar kemampuan kerja akar dalam menyerap unsur hara dapat berjalan secara optimal. Disamping itu tindakan penyiangan juga dimaksudkan untuk mencegah datangnya hama dan penyakit yang biasanya menjadikan rumput atau gulma lain sebagai tempat persembunyiannya, sekaligus untuk memutus daur hidupnya.

Penyiangan dilakukan pada tahun-tahun permulaan sejak penanaman agar pertumbuhan tanaman sengon tidak kerdil atau terhambat, selanjutnya pada awal maupun akhir musim penghujan, karena pada waktu itu banyak gulma yang tumbuh.

Pendangiran,

Pendangiran yaitu usaha mengemburkan tanah disekitar tanaman dengan maksud untuk memperbaiki struktur tanah yang berguna bagi pertumbuhan tanman.

Pemangkasan,

Melakukan pemotongan cabang pohon yang tidak berguna (tergantung dari tujuan penanaman).

Penjarangan

Penjarangan dillakukan untuk memberikan ruang tumbuh yang lebih leluasa bagi tanaman sengon yang tinggal. Kegiatan ini dilakukan pada saat tanaman berumur 2 dan 4 tahun, Penjarangan pertama dilakukan sebesar 25 %, maka banyaknya pohon yang ditebang 332 pohon per hektar, sehingga tanaman yang tersisa sebanyak 1000 batang setiap hektarnya dan penjarangan kedua sebesar 40 % dari pohon yang ada ( 400 pohon/ha ) dan sisanya 600 pohon dalam setiap hektarnya merupakan tegakan sisa yang akan ditebang pada akhir daur.

Cara penjarangan dilakukan dengan menebang pohon-pohon sengon menurut sistem "untu walang" (gigi belakang) yaitu : dengan menebang selang satu pohon pada tiap barisan dan lajur penanaman.

Sesuai dengan daur tebang tanaman sengon yang direncanakan yaitu selama 5 tahun maka pemeliharaan pun dilakukan selama lima tahun. Jenis kegiatan pemeliharaan yang dilaksanakan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan tanaman. Pemeliharaan tahun I sampai dengan tahun ke III kegiatan pemeliharaan yang dilaksanakan dapat berupa kegiatan penyulaman, penyiangan, pendangiran, pemupukan dan pemangkasan cabang. Pemeliharaan lanjutan berupa kegiatan penjarangan dengan maksud untuk memberikan ruang tumbuh kepada tanaman yang akan dipertahankan, presentasi dan prekuensi penjarangan disesuaikan dengan aturan standar teknis kehutanan yang ada.



 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan