Kamis, 21 April 2011

Orang Miskin Dilarang Sakit, Orang Tidak Miskin Jangan Sakit



Oleh : Taufik Nurohman

Memang sangat relevan dengan keadaan di negeri ini ketika ada ungkapan "orang miskin dilarang sakit". ungkapan ini terbukti ketika kita coba datang ke rumah sakit, rumah sakit manapun baik milik pemerintah maupun swasta, sebelum mendapat penganganan yang sifatnya serius kita harus mempersiapan terlebih dahulu biayanya dengan dalih penyelesaian administrasi.

Memang ada beberapa kebijakan pemerintah yang memberikan keringanan kepada orang yang kurang mampu membeyar "biaya administrasi" namun persyaratannya sangat banyak termasuk surat-surat keterangan dari RT, RW, sampai ke desa atau kelurahan. Hal ini memungkinkan seorang pasien dari keluarga miskin akan meningggal terlebih dahulu sebelum keluarganya selesai mengurus surat-surat keterangan tersebut.

Hal ini memang menjadi persoalan yang akan selalu ada ketika orang miskin jatuh sakit.

Tapi apakah orang dari keluarga yang tidak digolongkan pada keluarga miskin tidak menemukan masalah ketika ia jatuh sakit dan memerlukan penanganan medis di rumah sakit? jawabannya tentu saja "tidak". karena, ini sesungguhnya persoalan yang belum terlewatkan oleh pemerintah. Seorang Pasien yang berasal dari keluarga yang tidak tergolong keluarga miskin tentu saja tidak mendapat keringanan biaya. Keringanan biaya tersebut hanya diperuntukan untuk keluarga miskin.

Sementara itu biaya untuk mendapatkan pelayanan medis sangat mahal. Inilah sebetulnya masalah yang harus lebih diperhatikan oleh pemerintah.

Sabtu, 09 April 2011

Kasus Arifinto Tusuk Jantung Kredibilitas PKS


Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Arifinto, tertangkap kamera sedang menonton video porno ketika sidang paripurna DPR berlangsung. Tak pelak lagi, hal ini kembali membuat PKS menjadi sorotan.

“Kasus ini makin menambah demoralisasi PKS,” kata pengamat politik Burhanudin Muhtadi, kepada VIVAnews, Sabtu 9 April 2011.

Padahal, kata Burhanuddin, PKS adalah salah satu partai di parlemen yang turut mendukung dan memperjuangkan pengesahan UU Pornografi. Dengan demikian, menurutnya, kasus terakhir yang memalukan ini – terlepas dari apakah Arifinto menonton video itu karena faktor kesengajaan atau ketidaksengajaan – dapat menjadi bumerang bagi PKS dan pribadi Arifinto sendiri.

Burhanuddin mengungkapkan, Arifinto merupakan salah satu pendiri majalah Sabili yang membidik umat Islam sebagai konsumen mereka. “Ini langsung menusuk jantung kredibilitas PKS. Publik jadi bertanya-tanya, ada apa dengan PKS,” ujar Burhanuddin. Terlebih, lanjutnya, baru-baru ini salah satu pendiri PKS, Yusuf Supendi, juga menggugat PKS atas sejumlah tuduhan serius seperti korupsi.

Kedua persoalan ini, baik Yusuf Supendi maupun Arifinto, disebut Burhanuddin telah mencoreng muka partai Islam terbesar di tanah air itu dengan telak. “Padahal selama ini kan mereka fokus pada moralitas pribadi, ponografi, dan pemberantasan korupsi,” papar peneliti LSI itu. Namun kini justru tiga hal itu yang balik menyerang PKS sendiri.

Oleh karena itu, tutur Burhanuddin, kalangan internal PKS harus bersikap tegas terkait kasus Arifinto. “Kredibilitas partai di atas segalanya,” kata Burhanuddin mengingatkan. Dengan demikian, ujarnya, PKS tidak boleh melindungi Arifinto, terlepas dari argumen Arifinto yang mengaku tidak sengaja membuka link berisi konten porno itu. “Itu tetap tidak etis,” tutup Burhanuddin.

Arifinto tertangkap kamera fotografer Media Indonesia, Mohammad Irfan, saat membuka video porno ketika sidang paripurna terkait gedung baru DPR sedang berlangsung, Jumat kemarin. Saat itu dua fraksi DPR, PDIP dan Gerindra sedang melakukan aksi walk out. (umi)

Sumber : vivanews.com Sabtu, 9 April 2011

Selasa, 05 April 2011

Sesat Pikir dalam Dunia Politik Praktis


Oleh : Taufik Nurohman

Akhir-akhir ini kita seringkali melihat sebuah realitas yang terjadi di dalam dunia politik yang berkembang di negara kita yang sangat memprihatinkan. Jangankan dalam pelaksanaan penyelenggaraan negara atau pemerintahan, dalam suatu kelompok yang dinamakan partai politik pun seringkali terjadi konflik. Memang ketika melihat teori yang ada konflik dalam dunia politik tidak dapat dihilangkan. Tetapi dalam hal ini, konflik yang sifatnya intern dalam tubuh partai politik misalnya seyogyanya dapat diatur sedemikian sehingga tidak menimbulkan distintergrasi dalam tubuh partai atau kelompoknya.

Ketika kita melihat realitas yang terjadi, ternyata ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya konflik dalam tubuh partai atau kelompok kepentingan khususnya dan dunia politik umumnya. Faktor yang paling mempengaruhi adalah faktor perbedaan kepentingan. Karena setiap individu atau kelompok mempunyai kepentingan yang berbeda-beda maka di wilayah itu kita sering temukan terjadinya konflik.

Selain itu ternyata ada satu faktor penyebab terjadinya konflik yang tidak kalah pentingnya yakni kesalahan dalam dialektika. Artinya mereka kerap melakukan atau mengeluarkan pemikiran-pemikiran yang tidak sesuai dengan alur pemikiran yang benar, atau dengan kata lain mereka kerap kali melakukan kesalahan penalaran (Fallacy Logical atau sesat-pikir) dalam berpendapat sehingga menimbulkan kesalahan dalam pemaknaannya. Dan ketika timbul kesalahan pemaknaan maka akan timbul kesalahpahaman dan pada akhirnya akan timbul konflik yang dapat bersifat disintegratif.

Sesat-pikir, terutama dalam politik, akan sangat efektif digunakan dalam provokasi, menggiring opini publik, debat perencanaan undang-undang, pembunuhan karakter, hingga menghindari jerat hukum. Memang, dengan memanfaatkan sesat-pikir logis sebagai silat lidah kita dapat memenangkan suatu diskusi, namun itu menjauhkan kita dari esensi permasalahan.

Pengetahuan orang tentang prinsip-prinsip logis sebuah seringkali tidak memadai dari masyarakat awam sampai politisi sering kali melakukan kesalahan dalam penalaran. Bahkan kita sering melihat orang memaksakan prinsip-prinsip penalaran tersebut untuk menarik kesimpulan yang tidak relevan atau menggunakan kata-kata yang memiliki makna lebih dari satu. Dan inilah yang seringkali menyebabkan kesalahpahaman dan yang kemudian akan menimbulkan konflik. Oleh karena itu sebelum mengeluarka pendapat kita perlu memahami adanya kemungkinan sesat-pikir yang sering terjadi dalam proses berpikir kita.

Sesat-pikir adalah proses penalaran atau argumentasi yang sebenarnya tidak logis, salah arah dan menyesatkan, suatu gejala berpikir yang salah yang disebabkan oleh pemaksaan prinsip-prinsip logika tanpa memperhatikan relevansinya. Walaupun proses berpikir semacam ini menyesatkan, tetapi hal ini sering kita lakukan. Atau dalam pengertian lain Logical fallacy atau sesat-pikir logis adalah suatu komponen dalam argumen, muncul dalam statement klaim yang mengacaukan logika. Sesat-pikir logis menghasilkan kesimpulan yang menyesatkan karena klaim argumennya tidak disusun dengan logika yang benar.

Seringkali sesat-pikir logika dilakukan oleh orang-orang yang kurang memahami tentang penalaran logis, orang yang tidak bisa menempatkan dirinya pada posisi orang lain, hingga orang-orang yang berpendapat bahwa ketika pendapat diserang maka egonya diserang. Golongan yang pertama ini disebut Paralogisme, yaitu pelaku sesat-pikir logis yang tidak menyadari sesat-pikir yang dilakukannya. Namun ada juga sesat-pikir logis yang disamarkan menjadi silat lidah, yang dilakukan oleh orang-orang yang berniat memperdaya, yang disebut Sofisme.

Ada banyak jenis kekeliruan yang dilakukan orang dalam melakukan penalaran atau dalam berargumen. Setiap kekeliruan dalam menalar itu merupakan argumen yang salah. Ada dua macam argumen yang salah yakni sebagai berikut.

Pertama, argumen yang sebenarnya keliru namun tetap diterima umum karena banyak orang yang menerima argumen tersebut tetapi tidak merasa kalau mereka itu sebenarnya telah tertipu. Sesat-pikir semacam ini disebut kekeliruan relevansi. Argumen-argumen semacam itu biasanya bersifat persuasif dan dimaksudkan untuk mempengaruhi aspek kejiwaan orang lain. Argumen-argumen semacam itu misalnya terdapat dalam pidato politik dalam kampaye, pernyataan pejabat yang dimaksudkan untuk meredam situasi, reklame untuk menawarkan barang-barang produksi.

Kedua, argumen yang keliru karena kesalahan dalam penalaran yang disebabkan oleh kecerobohan dan kekurangperhatian orang terhadap pokok persoalan yang terkait, atau keliru dalam menggunakan term dan proposisi yang memiliki ambiguitas makna bahasa yang dipergunakan dalam berargumen. Sesat-pikir semacam ini disebut penalaran yang ambigu atau ambiguitas penalaran. Misalnya, term “salah prosedur” yang sering diucapkan oleh pejabat untuk berdalih ketika mendapatkan kritik dari masyarakat. Term tersebut memiliki lebih dari satu, yaitu dapat diartikan sebagai salah interpretasi terhadap suatu perintah/instruksi, menggunakan metode atau langkah yang berbeda dan tidak dimaksudkan dalam petunjuk pelaksanaan sebuah proses kegiatan, atau pengambilan putusan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Ada beberapa logical fallacy atau sesat-pikir logika yang sering ditemukan dalam kampanye, debat, maupun diskusi politik diantaranya adalah;

1. Argumentum ad Hominem
Argumentum ad Hominem adalah bentuk argumen yang tidak ditujukan untuk menangkal argumen yang disampaikan oleh orang lain tetapi justru menuju pada pribadi si pemberi argumen itu sendiri. Argumen itu akan menjadi sesat-pikir ketika ia ditujukan menyerang pribadi lawan demi merusak argumen lawan. Kalimat populernya adalah: shoot the messenger, not the message. Ada banyak bentuk ad hominem, namun yang paling umum dan dijadikan contoh di sini adalah ad hominem cercaan. Ad hominem termasuk dalah satu sesat-pikir yang paling sering dijumpai dalam debat dan diskusi politik, yang biasanya akan membawa topik ke dalam debat kusir yang tak ada ujung pangkal.
Ad hominem tidak sama dengan penghinaan, celaan, atau cercaan. Sejatinya, ad hominem ada dalam premis dan pengambilan kesimpulan berupa logika yang langsung mengarahkan argumennya pada seseorang dibalik suatu argumen. Dan tendensinya bisa saja bukan merupakan penghinaan, namun hanya mengkaitkan dua hal yang tidak berhubungan sama sekali. Sederhananya, bisa dikatakan ad hominem jika itu berupa premis dan kesimpulan, untuk menjatuhkan argumen lawan. Contoh: Kepada anggota dewan yang terhormat, harus saya ingatkan bahwa ketika Bung anggota Fraksi Merdeka yang menanyai saya ini memegang jabatan, tingkat pengangguran berlipat ganda, inflasi terus-menerus melonjak, dan harga sembako naik drastis. Dan Bung ini masih berani menanyai saya tentang masa depan proyek sekolah gratis ini. Cara yang berbelit-belit untuk mengatakan "no comment", namun juga sekaligus menyerang lawan.

2. Red Herring
Red Herring adalah argumen yang tak ada sangkut-pautnya dengan argumen lawan, yang digunakan untuk mendistraksi atau mengalihkan perhatian orang dari perkara yang sedang dibahas, serta menggiring menuju kesimpulan yang berbeda. Sesat-pikir ini biasanya akan keluar jika seseorang tengah terdesak. Ia akan langsung melemparkan umpannya ke topik lain, di mana topik lain ini sukar dihindari untuk tidak dibahas. Itu karena biasanya pemilihan topik lain itu 'baunya' cukup kuat seperti perumpamaan ikan merah (red herring) atau terasi bagi orang Indonesia (meminjam istilah Herman Saksono), antara lain topik yang aktual atau isu yang cukup dengan lawan debat atau audiens.
Contoh:
Andi: Polisi harusnya menindak tegas para aktivis lingkungan yang berdemo hingga menyebabkan macet di beberapa ruas jalan.
Badu: Anda merasa makin panas dan gerah saat macet kan? Kita harus peduli dengan isu global warming itu, bagaimana opini Anda?
(ketika Andi mengemukakan opininya tentang global warming, maka jatuhlah ia ke dalam topik baru)

3. Straw Man
Straw Man yaitu argumen yang membuat sebuah skenario yang dengan suatu imej yang menyesatkan, kemudian menyerangnya. Untuk membuat 'manusia jerami' (straw man) adalah dengan membuat ilusi telah menyangkal suatu proposisi dengan mensubstitusinya dengan sesuatu yang mirip namun dangkal dan mudah diserang, tanpa pernah benar-benar menyangkal argumen lawan yang sebenarnya.
Seperti namanya, manusia jerami adalah sasaran yang empuk dan mudah untuk diserang. Menyerang manusia jerami yang diciptakan dari manipulasi argumen lawan akan membuat argumen diri sendiri terlihat kuat dan bagus. Pada umumnya, selain terdapat dalam kampanye, manusia jerami ini akan dikeluarkan setelah lawan selesai bicara mengenai perkara yang dibahas.
Contoh:
Tono: Kita harus mengendurkan lagi status hukum ganja.
Rudi: Tidak. Obat-obatan terlarang itu akan merusak generasi muda kita.
(kalimat 'obat-obatan terlarang yang merusak' adalah manusia jerami untuk menggantikan menyerang 'ganja')

4. Guilt by Association
Guilt by Association berciri-ciri tipe generalisasi umum--yang terlalu cepat mengambil kesimpulan--yang meyakini bahwa sifat-sifat suatu hal berasal dari sifat-sifat suatu hal lain. Sesat-pikir ini bisa berupa ad hominem, biasanya dengan menghubungkan argumen dengan sesuatu hal diluar argumen itu, kemudian menyerang si pembuat argumen.
Ini adalah bentuk ekstrim dari majas Totum pro parte yang mana berupa seolah-olah pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian. Intinya adalah mencari kesalahan seseorang dari apa saja yang berkaitan dengannya, lalu jadikan hal tersebut argumen untuk menjatuhkannya.
Contoh:
Gusdur banyak bergaul dengan golongan sekuler. Golongan sekuler itu kebanyakan berasal dari Amerika. Pasti Gusdur adalah seorang liberal dan antek-antek Amerika. (lihat bagaimana dengan mudah menggeneralisasikan seseorang berdasarkan hubungannya dengan hal lain)

5. Perfect Solution Fallacy
Perfect Solution Fallacy adalah sesat-pikir yang terjadi ketika suatu argumen berasumsi bahwa sebuah solusi sempurna itu ada, dan sebuah solusi harus ditolak karena sebagian dari masalah yang ditangani akan tetap ada setelah solusi tersebut diterapkan.
Asumsinya, jika tidak ada solusi sempurna, tidak akan ada solusi yang bertahan lama secara politik setelah diimplementasi. Tetap saja, banyak orang tergiur oleh ide solusi sempurna, mungkin karena itu sangat mudah untuk dibayangkan.
Contoh:
Penerapan UU Pornografi ini tidak akan berjalan dengan baik. Pemerkosaan akan tetap terjadi.
(argumen yang tidak memperhatikan penurunan tingkat kriminalitas asusila)

6. Argumentum ad Verecundiam
Argumentum ad Verecundiam terjadi ketika mengacu pada seseorang yang dianggap positif sebagai pakar atau ahli sehingga apa yang diucapkannya adalah sebuah kebenaran. Otoritas kepakaran seseorang yang mengucapkan suatu hal tersebut kemudian otomatis diakui sebagai sesuatu yang pasti benar, meskipun otoritas itu tidak relevan
Contoh:
Banyak ahli mengakui kapitalisme itu telah runtuh dan banyak boroknya. Jadi mana yang sebaiknya saya percaya, para ahli terkemuka itu atau Anda yang kuliah saja belum lulus? (tembakan plus ad hominem, dan ya, bisa juga menambahkan sederet nama orang terkenal dalam argumennya)

7. Poisoning the Well
Poisoning the Well adalah sesat-pikir yang mencegah argumen atau balasan dari lawan dengan cara membuat lawan dianggap tercela dengan berbagai tuduhan bahkan sebelum lawan sempat bicara. Teknik meracuni sumur ini lebih licik dari sekadar mencela lawan karena akan membuatnya menghina diri sendiri karena menyambut argumen yang telah diracuni tersebut.
Contoh:
Kami menduga Sintong akan melakukan negative campaign untuk menjatuhkan Gerindra. (dan apa yang Sintong tulis tentang Prabowo dalam bukunya akan dianggap sebagai upaya menjatuhkan Gerindra)

8. Argumentum ad Temperantiam
Argumentum ad Temperantiam adalah kesesatan yang menyatakan bahwa pandangan pertengahan adalah sesuatu yang benar tanpa peduli nilai-nilai lainnya. Serta juga menganggap jalan tengah sebagai pertanda kekuatan suatu posisi. Meskipun dapat menjadi nasihat yang bagus, namun kesesatannya disebabkan karena ia tak punya dasar yang kuat dalam argumen karena selalu berpatokan bahwa jalan tengah adalah yang benar. Penggunaannya kadang dengan membuat-buat posisi lain sebagai posisi yang ekstrim.
Contoh:
Daripada mendukung komunisme atau mendukung kapitalisme, lebih baik ideologi Pancasila yang merupakan jalan tengah keduanya. (sedikitpun tidak menjabarkan kelebihan dan kekurangan masing-masing sistem)

9. Ipse-dixitism
Ipse-dixitism adalah argumen dengan dasar keyakinan yang dogmatis. Seseorang yang menggunakan Ipse-dixitism mengasumsikan secara sepihak premisnya sebagai sesuatu yang disepakati, padahal tidak demikian. Premis yang diajukan dalam argumen seolah-olah merupakan fakta mutlak dan telah disepakati bersama kebenarannya, padahal itu hanya dipegang oleh pemberi argumen, tidak bagi lawannya. Sesat-pikir ini akan berujung pada debat kusir.
Contoh:
Ideologi liberalis dan kapitalis telah terbukti gagal dan hanya menyengsarakan rakyat, karena itu harus diganti dengan sistem spiritual. (ideologi yang gagal itu belum disepakati lawan bicaranya, jadi bagaimana langsung dapat menggulirkan solusi?)

10. Proof by Assertion
Proof by Assertion adalah kesesatan dimana suatu argumen terus-menerus diulang tanpa mengacuhkan kontradiksi terhadapnya. Kadang ini diulang hingga diskusi pun jenuh, dan pada titik ini akan dianggap sebagai fakta karena belum dikontradiksi. Sesat-pikir ini sering digunakan sebagai retorika oleh politikus, atau dalam debat sebagai usaha menggagalkan penetapan suatu undang-undang dengan pidato yang amat panjang dan tak habis-habis. Dalam bentuk yang lebih ekstrim lagi, juga bisa menjadi salah satu bentuk pencucian otak. Penggunaannya dapat diamati dari penggunaan slogan politik yang terus-menerus diulang.
Contoh:
Tapi Bapak Menteri, seperti yang telah saya jelaskan selama dua bulan terakhir ini, tak mungkin kita memotong anggaran biaya departemen ini. Tiap posisi dan jabatan di dalamnya amat penting bagi efesiensi kerja dan prestasi departemen. Lihat saja office boy yang selalu mengantarkan kopi, atau mereka yang memunguti penjepit kertas di ruang kerja, maka blablablablablaaa... [dan seterusnya, berbelit-belit] (selama dua bulan cuek terhadap argumen balasan dan terus mengulang perkara yang sama)

11. Two Wrongs Make a Right
Two Wrongs Make a Right adalah kesesatan yang terjadi ketika diasumsi bahwa jika dilakukan suatu hal yang salah, tindakan salah yang lain akan menyeimbanginya. Sesat-pikir ini biasa digunakan untuk menggagalkan tuduhan dengan menyerang tuduhan lain yang juga dianggap salah.
Contoh:
Dedi: Soeharto merebut kekuasaan dari Bung Karno dan akhirnya ia berkuasa dengan tangan besi.
Amir: Tapi Soekarno juga mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup! (ya, tapi itu bukan berarti apa yang dilakukan Soeharto itu benar)

12. Argumentum ad Novitam
Argumentum ad Novitam muncul ketika sesuatu hal yang baru dapat dikatakan benar dan lebih baik, dengan mengasumsikan penggunaan hal yang baru berbanding lurus dengan kemajuan zaman dan sama dengan kemajuan baru yang lebih baik. Sesat-pikir ini selalu menjual kata 'baru', dengan menyerang suatu hal yang lama sebagai hal yang gagal dan harus diganti dengan yang lebih baru.
Contoh:
Mengganti golongan tua dengan golongan muda serta wajah baru di parlemen akan membuat negara ini lebih baik. (tapi masalah seperti korupsi bukan perkara tua atau muda)

13. Argumentum ad Antiquitam
Kebalikan dari Argumentum ad Novitatem, ketika sesuatu benar dan lebih baik karena merupakan sesuatu yang sudah dipercaya dan digunakan sejak lama. Argumen ini adalah favorit bagi golongan konservatif. Nilai-nilai lama pasti benar. Patriotisme, kejayaan negara, dan harga diri sejak puluhan tahun silam. Sederhananya, sesat-pikir ini adalah kebiasaan malas berpikir. Dengan selalu berpatokan bahwa cara lama telah dijalankan bertahun-tahun, maka itu dianggap sesuatu yang pasti benar.
Contoh:
PDI-Perjuangan telah memperjuangkan nasib wong cilik sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu, maka pilihlah moncong putih. (berpuluh-puluh tahun berjuang, lalu apa hasilnya?)

14. False Dichotomy
False Dichotomy atau False Dilemma terjadi apabila argumen hanya melibatkan dua opsi, yang seringkali berupa dua titik ekstrim dari beberapa kemungkinan, di mana masih ada cara lain namun tidak disertakan ke dalam argumen. Biasanya sesat-pikir ini menyempitkan opsi menjadi dua saja, walaupun masih ada opsi lain. Bahkan kadang-kadang menyempitkan opsi menjadi satu, sehingga seolah-olah mau tidak mau harus menyetujuinya.
Contoh:
Sistem pendidikan yang fraksi kami ajukan harus segera disahkan dan dilaksanakan, jika tidak, kemerosotan moral pasti akan menghinggapi generasi muda kita.(opsi lainnya tidak disertakan sehingga membuat argumennya mau tidak mau harus disetujui).

Sesat-pikir pada hakikatnya merupakan jebakan bagi proses penalaran kita. Seperti halnya rambu-rambu lalu lintas dipasang sebagai peringatan bagi para pemakai jalan di bagian-bagian yang rawan kecelakaan, maka rambu-rambu sesat-pikir ditawarkan kepada kita agar kita mampu mengidentifikasi dan menganalisis kesalahan-kesalahan tersebut sehingga mungkin kita akan selamat dari penalaran yang keliru.

Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan relevansi, misalnya kita sendiri harus tetap bersikap kritis terhadap setiap argumen. Dalam hal ini, penelitian terhadap peranan bahasa dan penggunaannya merupakan hal yang sangat menolong dan penting. Realisasi keluwesan dan keanekaragaman penggunaan bahasa dapat kita manfaatkan untuk memperoleh kesimpulan yang benar dari sebuah argumen.

Sesat-pikir karena ambiguitas kata atau kalimat terjadi secara “halus”. Banyak kata yang menyebabkan kita mudah tergelincir karena banyak kata yang memiliki rasa dan makna yang berbeda-beda. Untuk menghindari terjadinya sesat-pikir tersebut, kita harus dapat mengupayakan agar setiap kata atau kalimat memiliki makna yang tegas dan jelas. Untuk itu kita harus dapat mendefinisikan setiap kata atau term yang kita pergunakan.

Senin, 04 April 2011

Peran Lembaga Kemasyarakatan atau Organisasi Non-Politik (Ornop) dalam Mempengaruhi Kebijakan


Oleh : Taufik Nurohman

Peran Lembaga Kemasyarakatan atau Organisasi Non-Politik (Ornop) dalam Mempengaruhi Kebijakan
Menurut Soekanto (1999:268) Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan. Peranan dan kedudukan tidak dapat dipisahkan, karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peranan. Hubungan-hubungan yang ada dalam masyarakat merupakan hubungan antara peranan-peranan individu dalam masyarakat. Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan masyarakat. Posisi seseorang dalam masyarakat (yaitu social-positional) merupakan unsur statis yang menunjukan tempat individu pada organisasi masyarakat. Peranan lebih banyak menunjukan pada fungsi, penyesuaian diri, dan sebagian suatu proses. Jadi seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan.


Menurut Soekanto (1999:269) Peranan mencakup tiga hal yaitu:
a.Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.
b.Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
c.Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
Masyarakat biasanya memberikan fasilitas-fasilitas pada individu untuk dapat menjalankan peranan. Lembaga-lembaga kemasyarakatan merupakan bagian masyarakat yang banyak menyediakan peluang-peluang untuk melaksanakan peranan.
Menurut Setiawan (2000:23) secara umum, peran Organisasi-organisasi non-pemerintah harus terus mendorong adanya perubahan kebijakan sektor-sektor kehidupan publik ke arah yang lebih baik. Untuk itu masing-masing organisasi non-pemerintah harus menyiapkan unsur-unsur objektif dan subjektifnya sebagai prasyarat sebuah gerakan sejati. Kondisi subjektif berkaitan dengan kecerdasan, kemampuan, keterampilan dan tanggung jawab dari para aktivis organisasi dengan mengedepankan kerjasama antarjaringan kerja. Sementara kondisi objektif lebih pada pengolahan indera dalam melihat dan menilai peluang-peluang yang berkembang di seluruh bidang kehidupan yang dapat mendorong tujuan bersama.
Setiawan (2000:24) menegaskan beberapa peran organisasi non-pemerintah (dalam aras nasional) yang harus diupayakan yaitu:
1.Menemukan pemimpin negara yang efektif dan produktif dalam arti seluas-luasnya; keterlibatan dalam pendidikan politik, menjadi pemantau pemilu dan berbagai macam proses tingkah laku politik negaradengan berpegang pada prinsip-prinsip ke-Ornop-an yakni independent/non-partisan dan mengabdi kepada rakyat kecil.
2.Membuat media publikasi nasional yang secara sistematik mampu menjadi payung dan corong propaganda organisasi non-pemerintah di seluruh Indonesia.
3.Merumuskan kesepakatan minimal tentang isu-isu yang sangat strategis untuk diupayakan perubahannya sebagai prasyarat langkah menuju demokratisasi di Indonesia.

Teori Sistem David Easton


Oleh : Taufik Nurohman

Sistem dapat diartikan sebagai kesatuan yang terbentuk dari beberapa unsur (elemen). Unsur, komponen atau bagian yang banyak ini satu sama lain berada dalam keterkaitan yang mengikat dan fungsional. Masing-masing kohesif satu sama lain, sehingga ketotalitasannya unit terjaga utuh eksistensinya. Tinjauan tersebut adalah pandangan dari segi bentuknya. Jadi pengertian sistem, disamping dapat diterapkan pada hal yang bersifat “immaterial” atau suatu proses “immaterial”, juga dapat diterapkan pada hal yang bersifat material. Untuk yang bersifat “immaterial” penguraian atau penentuan “model”-nya lebih cenderung berfungsi sebagai alat analisis dan merupakan cara, tata, rencana, skema, prosedur atau metode. Sistem adalah suatu cara yang mekanismenya berpatron (berpola) dan konsisten, bahkan mekanismenya sering disebut otomatis.
Sementara itu menurut David Easton (1984:395) sistem adalah:
Teori sistem adalah suatu model yang menjelaskan hubungan tertentu antara sub-sub sistem dengan sistem sebagai suatu unit (yang bisa saja berupa suatu masyarakat, serikat buruh, organisasi pemerintah).

Easton juga meringkas ciri-cirinya sebagai berikut:
1. Sistem mempunyai batas yang didalamnya ada saling hubungan fungsional yang terutama dilandasi oleh beberapa bentuk komunikasi.
2. Sistem terbagi kedalam sub-sub sistem yang satu sama lainnya saling melakukan pertukaran (seperti antara desa dengan pemerintah daerah atau antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat).
3. Sistem bisa membuat kode, yaitu menerima informasi, mempelajari dan menerjemahkan masukan (input) kedalam beberapa jenis keluaran (output).

Carl. D. Friedrich dalam buku “man and his Government” mengemukakan definisi sistem, yaitu :
Apabila beberapa bagian yang berlainan dan berbeda satu sama lain membentuk suatu kesatuan, melaksanakan hubungan fungsional yang tetap satu sama lain serta mewujudkan bagian-bagian itu saling tergantung satu sama lain. Sehingga kerusakan suatu bagian mengakibatkan kerusakan keseluruhan, maka hubungan yang demikian disebut sistem. (Sukarna, 1981:19)

Sedangkan teori sistem menurut Michael Rush dan Philip Althoff (1988:19) menyatakan bahwa gejala sosial merupakan bagian dari politik tingkah laku yang konsisten, internal dan reguler dan dapat dilihat serta dibedakan, karena itu kita bisa menyebutnya sebagai: sistem sosial, sistem politik dan sejumlah sub-sub sistem yang saling bergantung seperti ekonomi dan politik.
Sebenarnya tiap-tiap sistem yang ada dalam masyarakat itu tidak otonom atau tertutup tetapi terbuka, dalam arti suatu sistem akan dipengaruhi oleh sistem yang lain. Setiap sistem akan menerima input dari sistem lainnya dan sistem akan memproses input tersebut dalam bentuk output bagi sistem lainnya.
David Easton dalam karyanya A System Analysis of Political Life (dalam Susser, 1992:189) mencoba menggambarkan kemungkinan melihat kehidupan politik dari terminologi sistem. Sistem adalah konsep simulasi dari totalitas. Untuk melihat kehidupan sosial, sistem dapat bermakna kenyataan sosial yang terintegrasi dari kompleksitas berbagai unit yang ada serta bersifat interdependen. Jadi perubahan unit-unit sosial akan menyebabkan perubahan pada unit-unit lainnya dalam satu totalitas. Apabila melihat kehidupan politik suatu negara, dengan perpektif sistem maka fokusnya adalah adanya ko-variasi dan interdependensi dari berbagai unit-unit politik dalam suatu negara yang merupakan bagian dari unit sistem itu sendiri. Kehidupan politik diinterpretasikan sebagai sistem tingkah laku yang bersifat adaptif dan melakukan proses penyesuaian secara otomatis terhadap berbagai tekanan dari lingkungan dan perubahan fungsional dari unit-unitnya.
David Easton (1984: 395) mendefinisikan sistem politik sebagai sistem interaksi dalam masyarakat dimana didalamnya alokasi yang mengikat atau juga yang mengandung otoritas dibuat dan diimplementasikan.
Menurut S.P Varma (1990:298), definisi sistem Easton tersebut terbagi kedalam tiga komponen yaitu : (1) alokasi nilai-nilai, (2) alokasi sebagai kewenangan dan (3) alokasi-alokasi otoritatif sebagai sesuatu yang mengikat masyarakat secara keseluruhan dan menurutnya cara yang paling memuaskan.
Pengertian lain tentang sistem politik dikemukakan Rusadi Kantaprawira (1988:8) yaitu mekanisme seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik dalam hubungannya satu sama lain yang menunjukan suatu yang langgeng, proses termaksud mengandung dimensi waktu (masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang) kemudian yang diartikan dengan struktur ialah semua aktivitas yang dapat diobservasi atau diidentifikasi dapat menentukan sistem politik itu sendiri.
Menurut pendapat Robert. S. Dahl (dalam Mohtar M. 1982:2) dalam bukunya yang berjudul Modern “Political Analysis”, dinyatakan tentang pengertian sistem politik sebagai berikut :
A political system as any persistent pattern of human relationships that involves to a significant extent, control, influence, power or outhority. (jadi menurut Dahl sistem politik adalah sebagai pola yang tetap dari hubungan-hubungan antar manusia yang melibatkan,--sampai pada tingkat berarti--, kontrol, pengaruh, kekuasaan ataupun wewenang).

Gabriel A. Almond mendefinisikan sistem politik sebagai sistem interaksi yang terdapat dalam seluruh masyarakat merdeka yang menjalankan fungsi-fungsi integrasi dan adaptasi (baik secara internal maupun dalam berhadapan dengan masyarakat lain dengan alat-alat atau ancaman paksaan fisik yang kurang lebih absah.(SP. Varma, 1990:298)
Ada tiga hal yang secara jelas muncul dari definisi Almond tentang sistem politik (SP. Varma, 1990:199) adalah :
1. Bahwa suatu sistem politik adalah sustu keseluruhan yang konkret yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan-lingkungan, hadirnya kekuatan yang absah secara bersamaan menjaga sistem itu.
2. Interaksi-interaksi yang terjadi bukan diantara individu-individu tetapi diantara peranan-peranan yang mereka mainkan.
3. Sistem politik merupakan sistem yang terbuka yang terikat dalam suatu komunikasi yang terus-menerus dengan entitas-entitas dan sistem disebrang perbatasannya.
Berdasarkan pada pengertian-pengertian atau batasan-batasan yang dikemukakan oleh para sarjana terkemuka seperti tersebut diatas dapatlah ditarik suatu pengertian bahwa sistem politik adalah merupakan sistem interaksi atau hubungan yang terjadi di dalam masyarakat, melalui dialokasikannya nilai-nilai kepada masyarakat dan pengalokasian nilai-nilai tersebut dengan mempergunakan paksaan fisik yang sedikit banyak bersifat sah.
Talcot Parson dengan fungsionalisme strukturalnya percaya adanya empat fungsi dasar dalam sistem politik yaitu, penyesuaian pencapaian tujuan, integrasi dan pemeliharaan pola. Masing-masing fungsi dasar ini dihasilkan oleh empat subsistem analisis yaitu, sosial, kultural, personalitas dan organisme perilaku. Secara bersama-sama fungsi-fungsi ini dipandang Parsons sebagai syarat penting untuk pemeliharaan tiap masyarakat. Menurut Parsons, masyarakat terdiri dari empat struktur dasar atau sub-sub sistem yaitu ekonomi, politik, hukum dan kontrol sosial serta budaya dan komitmen-komitmen pendorong yang masing-masing berguna untuk menjalankan salah satu fungsi bagi masyarakat. (SP. Varma, 1990: 282)
Dalam sistem politik terdapat mekanisme yang biasa dilalui, berikut adalah sistem politik model David Easton (1984:165)
Dalam mekanisme sistem politik, input terdiri dari atas tuntutan (demand) dan dukungan (support). Tuntutan terhadap sistem politik dapat bervariasi bentuknya, misalnya tuntutan untuk mendapatkan pelayanan yang layak, penghasilan yang layak, keamanan, prinsip-prinsip moral dan sebagainya. Tuntutan merupakan mesin bekerjanya sistem politik dan dalam beroperasi melakukan konversi atas tuntutan itu dalam bentuk kebijakan-kebijakan otoritatif sebagai outputnya.
Jadi terpeliharanya sistem menuntut adanya tuntutan yang diproses dalam tingkat yang dapat diarahkan. Untuk memenuhi tujuan ini sistem politik menetapkan filter yang berfungsi melakukan seleksi maupun membatasi tuntutan-tuntutan itu. Filter-filter utama sebagai pengolahnya adalah institusi, budaya, dan struktur politik. Disamping tuntutan, sistem juga memerlukan dukungan. Dukungan tersebut bersifat terbuka dalam bentuk tindakan-tindakan yang secara jelas dan nyata mendukung dan tertutup yaitu tindakan-tindakan serta sentimen-sentimen yang mendukung. Dengan mengikuti proses konversi dalam sistem politik “keluaran” dalam bentuk keputusan. Keputusan otoritatif dapat diproduksi, dalam proses konversi bisa disebut Black box. Hal ini dikarenakan dalam proses tersebut tidak jelas lembaga mana yang paling dominan dalam proses tersebut. Namun dapat diketahui bahwa mereka adalah kelompok yang disebut sebagai elite, yaitu lapisan yang paling menentukan kebijakan-kebijakan suatu negara. Output/keluaran kemudian berproses lagi menjadi input setelah melalui proses umpan balik (feedback). Dalam sistem tersebut juga dipengaruhi oleh lingkungan baik internal maupun eksternal, lingkungan tersebut mencakup lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang memberi masukan-masukan, variabel sistem, keluaran dan hasil akhir yang berupa kebijakan.

Demokrasi...Sistem Politik di Indonesia?


OLeh : Taufik Nurohman

Sistem politik yang mengarah pada sistem politik yang demokratis dapat terlihat ketika kita mengkorelasikan sistem politik yang sedang berjalan dengan indikator-indikator demokrasi secara empirik yang merupakan prasyarat suatu sistem politik yang demokratis. Menurut Afan Gaffar (2002:7-10) prasyarat dari sistem politik yang demokratis adalah sebagai berikut :
1.Akuntabilitas
Dalam demokrasi, setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya.
2.Rotasi kekuasaan
Dalam demokrasi peluang akan terjadinya rotasi kekuasaan harus ada dan dilakukan secara teratur dan damai. Dalam suatu negara yang tingkat demokrasinya masih rendah, rotasi kekuasaannya biasanya rendah pula, bahkan peluang untuk itu sangat terbatas.
3.Rekruitmen politik yang terbuka
Untuk memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan, diperlukan suatu sistem rekruitmen yang terbuka. Artinya, setiap orang yang memenuhi syarat untuk mengisi suatu jabatan politik yang dipilih oleh rakyat mempunyai peluang yang sama dalam melakukan kompetisi untuk mengisi jabatan tersebut. Dalam negara yang tidak demokratis, rekruitmen politik biasanya dilakukan secara tertutup. Artinya, peluang untuk mengisi jabatan politik hanya dimiliki oleh segelintir orang saja.
4.Pemilihan Umum
Dalam suatu negara demokrasi pemilu dilaksanakan secara teratur. Setiap warga negara yang telah dewasa mempunyai hak untuk memilih dan dipilih dan bebas menggunakan haknya tersebut sesuai dengan kehendak hati nuraninya.
5.Menikmati hak-hak dasar (Hak Asasi Manusia)
Dalam suatu negara yang yang demokratis, setiap warga masyarakat dapat menikmati hak-hak dasar mereka secara bebas, termasuk didalamnya adalah hak untuk menyatakan pendapat, hak untuk berkumpul dan berserikat dan hak untuk menikmati pers yang bebas.
Ketika melihat prasyarat di atas, ada hal yang nampak sekali perubahannya pada era transisi politik setelah runtuhnya kekuasaan Soeharto. Perubahan itu adalah perubahan yang erat kaitannya dengan hak asasi manusia yang didalamya terdapat hak menyatakan pendapat serta hak untuk berkumpul dan berserikat. Kebebasan untuk menyatakan pendapat, berkumpul dan berserikat ini tebuka lebar saat itu. Hal ini salah satunya ditandai oleh bermunculannya partai-partai politik dan organisasi-organisasi kemasyarakatan.
Selain dari prasyarat tingkat demokrasi di suatu negara dapat dilihat dari bagaimana pemegang kekuasaan mengeluarkan kebijakan baik pada tahap formulasi maupun pada tahap pelaksanaannya. Apakah dalam menyusun suatu kebijakan melibatkan masyarakat atau tidak dan apakah kebijakan itu merepresentasikan kepentingan masyarakat luas.
Sistem politik di Indonesia mengalami perubahan pada tahun 1998 yang diawali dengan runtuhnya rezim Soeharto yang ditandai dengan mundurnya Soeharto dari kursi kepresidenan. Perubahan tersebut adalah perubahan dari sistem yang otoriter yang dijalankan oleh rezim Soeharto ke arah yang lebih demokratis.
Di era Soeharto yang sangat otoriter kekuasaan terpusat di tangannya, tidak ada satu kekuatan pun yang mampu menyentuh kekuasannya itu. Ketika ada suatu kekuatan yang sekiranya dapat menggangu kekuasaannya Soeharto kala itu langsung mengatasinya dengan cara-cara represif. Misalnya saja ketika itu ada beberapa media massa yang mencoba mengkritisi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, Soeharto langsung membrendel media tersebut. Yang lebih parah lagi, ketika ada suatu kekuatan yang mencoba menekan kekuasaan Soeharto maka mereka akan dicap sebagai komunis atau PKI. Pemerintahan yang dijalankan oleh Soeharto sangat jauh dari Demokratis.
Sejak terjadinya perubahan di awal era reformasi itu kran demokrasi terbuka lebar. Kekuatan-kekuatan politik baru yang ikut mempengaruhi proses formulasi kebijakan bermunculan, kritik terhadap pemerintah menjadi bukan hal yang tabu. Kekuatan dalam struktur kenegaraan pun menjadi berimbang.
Pasca perkembangan proses politik di Indonesia dan diiringi dengan runtuhnya kekuatan Soeharto maka dominasi negara dalam berbagai sektor kehidupan juga runtuh. Fenomena civil society mulai menguat dan dominasi negara mulai kendur, hal ini juga ditandai dengan lahirnya berbagai bentuk kemandirian organisasi sosial maupun politik yang bertujuan untuk mengartikulasikan kepentingan. LSM-LSM yang kian hari kian bertambah jumlahnya dalam rangka berperan sebagai kelompok penekan penguasa, bahkan revitalisasi berbagai bentuk organisasi dan institusi lokal sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat lapisan bawah. Seiring dengan berjalannya waktu arus demokratisasi seperti itupun mulai merambah ke tingkat lokal dimana organisasi-organisasi sosial maupun politik yang berperan sebagai kelompok penekan atau kelompok penyeimbang terhadap kekuasaan penguasa di tingkat lokal.

Sumber Gambar : Kompasiana.com

Profil Kabupaten Majalengka


Majalengka adalah sebuah kabupaten yang terletak di Jawa barat. Kabupaten ini memang tidak se-terkenal Kabupaten Ciamis dengan Pantai Pangandarannya atau Kabupaten Bogor dengan Puncak Pass-nya. Namun sebetulanya banyak sekali potensi dari Kabupaten Majalengka ini yang belum tergarap secara optimal. berikut adalah profil Kabupaten Majalengka yang saya dapatkan ketika saya melakukan suatu peneltian

PROFIL KABUPATEN MAJALENGKA

Jumat, 01 April 2011

Marzuki Alie Tersudut Gedung Baru DPR


Rencana pembangunan gedung baru DPR menyudutkan posisi Marzuki Alie. Selain Ketua DPR, dia sekaligus menjadi Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT). Imbas komunikasi DPR yang lemah atau inkonsistensi politisi parlemen?

Marzuki Alie meradang. Kontroversi pembangunan gedung baru DPR, menyeret namanya sebagai Ketua DPR sekaligus Ketua BURT. Publik menuntut agar pembangunan gedung DPR dihentikan. Tidak hanya di luar Senayan, fraksi di parlemen menuntut agar pembangunan dihentikan.

Situasi itu pula yang menjadikan Marzuki Alie meradang. Dia menyesalkan cara-cara koleganya terkait beragam pernyataan dalam menolak gedung baru DPR. "Saya sangat prihatin dengan cara teman-teman anggota fraksi menyikapi rencana pembangunan gedung baru DPR RI," ujarnya dalam jumpa pers khusus didampingi Sekjen DPR Nining Indra Saleh, beserta jajaran Setjen DPR, Rabu (30/3/2011).

Dia memaparkan proses pembangunan gedung baru DPR telah melalui mekanisme dan prosedur resmi di DPR. Mulai rapat paripurna pada 29 Juli 2010 yang telah menyetujui Rencana Strategis DPR RI 2010-2014 berisi perencanaan pembangunan kawasan parlemen dan gedung DPR.

"Dan BURT telah menangani rencana itu melalui proses rapat dan keputusan yang diambil melalui rapat pleno," paparnya. Marzuki mengkritik balik sejumlah fraksi yang belakangan menolak pembangunan gedung baru DPR.

Seperti pernyataan elit Fraksi PDI Perjuangan yang meminta pembangunan gedung lebih sederhana. "Apa indikator sederhana, apakah sekelas Rumah Sangat Sederhana (RSS)?" ujarnya.

Terkait desakan sejumlah fraksi, Marzuki menyarankan agar pembatalan pembangunan gedung baru DPR melalui prosedur legal yang tersedia. Menurut dia, keputusan BURT bisa dibatalkan melalui rapat paripurna.

"Kalau mau dibatalkan harus dibicarakan kembali di BURT, dibahas dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus), diagendakan di dalam rapat paripurna untuk diambil keputusan," katanya.

Marzuki menuding, manuver sejumlah fraksi DPR hanya bertujuan untuk permainan politik pencitraan saja. "Untuk menginjak teman sendiri demi kepentingan pribadi. Ini tidak baik," tudingnya.

Sebelumnya Ketua Fraksi PDI Pejuangan Tjahjo Kumolo menegaskan sikap fraksinya menolak rencana pembangunan gedung baru DPR. Dia mengkritik desain gedung baru DPR yang mewah dan sosialisasi yang kurang maksimal. "Harus ada perencanaan ulang, tidak perlu monumental, tidak perlu saingi hotel," cetusnya.

Menurut Tjahjo, rencana pembangunan gedung baru DPR ini juga tidak melalui perencanaan yang matang. Dia menegaskan sosialisasi rencana pembangunan gedung juga tidak maksimal. "Lebih baik ditunda saja. Dibangun tahun depan pun anggarannya tidak hangus," ujarnya.

Hal senada disampaikan Sekretaris Fraksi Partai Gerindra Edhi Prabowo, menurut dia, sejak awal pihaknya menolak rencana pembangunan gedung baru DPR. "Memang kita butuh gedung, tapi di tengah situasi seperti saat ini, lebih baik ditahan dulu. Jangan sekarang dulu," ujarnya.

Dia menepis anggapan jika penolakan fraksinya dalam pembangunan gedung baru DPR ditujukan untuk mencari simpati publik. Baginya terlalu rendah jika penolakan pembangunan gedung baru DPR untuk kepentingan kampanye. "Terlalu rendah jika untuk kampanye," tepisnya.

FPAN juga berpandangan pembangunan gedung baru DPR mendapat penolakan yang luas dari masyarakat. Oleh karenanya, sambung Teguh, sesuai UU MD3 No 27 tahun 2009 pasal 71 bahwa salah satu tugas dan wewenang DPR adalah menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat. "Dengan pertimbangan tersebut, Fraksi PAN meminta seluruh proses pembangunan gedung baru DPR dihentikan," katanya.

Jika menilik ke belakang, sejatinya sikap fraks-fraksi di parlemen bulat mendukung pembangunan gedung baru DPR. Namun, belakangan setelah gugatan semakin kuat dari publik terhadap rencana tersebut, sejumlah fraksi balik badan.

Kondisi ini mengingatkan kasus serupa yakni dana aspirasi yang semula didukung fraksi, namun belakangan tinggal fraksi Partai Golkar yang mengusung ide tersebut sehingga kemudian urung dilakukan.

Praktik balik badan oleh fraksi DPR terkait isu publik, jelas manuver politik. Hal yang sah dilakukan para politisi di parlemen. Praktik itu pula tidak haram jika memang pijakannya aspirasi publik.

Hanya saja fraksi yang menolak seharusnya tidak sekadar pernyataan politik saja. Namun harus melakukan gerakan konkret dengan mendorong kadernya menolak di tingkat BURT. [mdr]

Dikutip dari www.inilah.com

Melirik Pro-Kontra Rencana Pembangunan Gedung Baru DPR-RI



Oleh : Taufik Nurohman

Rencana pembangunan gedung baru DPR yang mengundang kontroversi di masyarakat. Dan kontroversi itu sah dan wajar karena ini berkaitan dengan kinerja dari anggota DPR. Sebetulnya jika dengan keadaan gedung tempat bekerja para wakil rakyat yang sekarang ini dianggap tidak memadai tidak kemudian harus membangun gedung yang terkesan mewah dengan penuh fasilitas glamor di dalamnya. Akan sangat menyakiti hati rakyat jikalau rencana pembangunan gedung baru DPR ini direalisasikan tetapi bersamaan dengan itu masih banyak masyarakat yang hidup dibawah kemiskinan, masyarakat yang hidup dibawah minimnya pelayanan publik yang seharusnya lebih dipikirkan oleh negara ini.
Pro-kontra rencana pembangunan gedung baru ini secara tidak langsung dapat memperburuk citra DPR di mata masyarakat. Selain itu juga hal-hal semacam ini dapat mengganggu konsentrasi kerja pada anggota dewan, alih-alih memikirkan nasib rakyat tetapi lebih sibuk memikirkan kenyamanan diri sendiri. Jika berkaitan dengan kondisi internal, DPR seharusnya lebih memikirkan tentang bagaimana meningkatkan kualitas kelembagaan misalnya bagaimana meningkatkan produktivitas, peningkatan kualitas pengawasan dan peningkatan kualitas dalam menjalankan fungsi legislasi.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Lady Gaga, Salman Khan